Selasa, 22 November 2016

MAKALAH TATA SUSILA : AJARAN ETIKA DALAM KITAB SUCI BHAGAWADGITA



MAKALAH TATA SUSILA


AJARAN ETIKA DALAM KITAB SUCI
BHAGAWADGITA

OLEH
1.      I KETUT PUTU SUARDANA{IIB}/ 101 111 18
2.      NI PUTU DEWI UTAMI{IIA}/ 101 111 51
3.      I GEDE KRISNA ARSANA{IIB}/ 101 111 52
4.      DESAK KOMANG ARI SWANDENI{IIA}/ 101 111 45


KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI GDE PUDJA MATARAM
2011
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu.
Atas pancaran sinar suci serta limpahan wara nugraha Ida Sanghyang Widhi Wasa, kami telah dapat merampungkan penyusunan makalah “Ajaran Etika dalam Kitab Suci Bhagawadgita”.
Kami sangat menyadari penyusunan makalah ini sangat jauh dari sempurna, karena kemampuan dan daya analisis yang belum begitu mapan, disamping itu juga disebabkan bahan acuan baik dari manuskrip kuna, manuskrip-manuskrip yang lain sebagai bahan penunjang sangat langka ditemukan, yang kiranya mampu memberikan gambaran, pandangan dan pengertian secara umum tentang Ajaran Etika dalam Kitab Suci Bhagawadgita untuk dapat digunakan sebagai pedoman dharma kita selaku umat Hindu yang senantiasa menjungjung tinggi nilai-nilai agama.
Sehubungan dengan hal tersebut, kami mohon kepada pembaca tegur sapanya, demi penyempurnaan penyusunan Puranan ini dekemudian hari.
Om. Cantih, Cantih, Cantih, Om.

Mataram,26 April 2011
                Penyusun
DAFTAR ISI
                                                                                                           
Halaman Judul……………………………………………………………... i
Kata Pengantar……………………………………………………………...            ii
Daftar isi…………………………………………………………………….            iii
1.1.Latar Belakang Masalah....................................................................       1
1.2.Rumusan masalah…………………………………………………         2
1.3.Tujuan……………………………………………..………………..       2
1.4.Manfaat…………………………………………………………....         3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Susunan Dan Isi Kitab Bhagawadgita ………………………………... 4
2.2. Kecenderungan Kecenderungan Sifat Manusia Menurut Kitab
       Suci Bhagawadgita………..………………………….………………...            4
2.3. Pengendalian Diri Dan Tindakan Etika Etis………….……………….. 7
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan………………………………………………………...….. 14       
3.2. Saran…………………………………………………………............... 14
DARTAR PUSTAKA………………………………………….………….            15
LAMPIRAN
Tanggapan…………………………………………………………………...16
Pertanyaan…………………………………………………………………...17
Jawaban……………………………………………………………………...18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Awatara Krisna mengajarkan Gita hanya kepada Arjuna dan tidak mengajarkanya kepada Guru Besar Bhisma sebagai ketuturunan langsung bangsa Kuru dengan alasan sebagai berikut :
Bhisma mengetahui kebenaran ada di pihak pandawa dan bahkan ia sendiri menyatakan di depan umum, justru ia berada di pihak kurawa dan memimpin pasukan. tidak ada keselarasan antara pikiran, perkataan dan perbuatan, yang cendrung merupakan suatu kemunafikan. Bhisma hanya memiliki paschathapa dan tidak purwathapa yaitu menyesal setelah kejadian, ia kurang visioner dan terlalu terbelenggu oleh kesalahan masa lalu. Arjuna sendiri adalah sosok yang cocok untuk menerima pengetahuan tentang jiwa sebab ia telah mencapai purwatapa (dialog Bh.G. oleh Made Aripta Wibawa).
Arjuna adalah orang biasa namun ia memenuhi persyaratan istimewa yaitu menjadi bhakta (bhakto si me sakha ceti) engkau adalah penyembahku dan kawanku) dan Arjuna tahu bahwa Krisna adalah keperibadian tuhan oleh karena itu Arjuna selalu berserah diri kepada Krisna.
Sri Bhagawan berkata yoga yang langgeng abadi ini aku turunkan mengajarkan kepada Wiwaswan (wujud dewa matahari) Wiwaswan mengajarkan kepada Manu, Manu megajarkan kepada Ikswaku (leluhur bgs yadu) (Bh.G. IV.1) + 400 juta tahun yang lalu.
Demikian ajaran suci ini diajarkan secara turun temurun melalui garis perguruan rohani. Namun dalam jangka waktu yang cukup panjang garis perguruan itu terputus yg menyebabkan ajaran yang asli hilang. Umat manusia tidak punya tuntunan dalam menjalani hidupnya sehingga terjadi kekacauan kehidupan yang menyeluruh. Saat itulah wisnu turun ke dunia sebagai awatara krisna ditengah-tengah kekacauan perang saudara di kerajaan astina, sekitar 5000 tahun yang lalu. Dijelaskan bahwa ajaran bhagawadgita ini bukan ajaran baru melainkan ajaran abadi yang telah pernah diajarkan 400 juta tahun yal.

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1.      Bagaimana Susunan Dan Isi Kitab Bhagawadgita?
1.2.2.      Apa Kecenderungan Kecenderungan Sifat Manusia Menurut Kitab Suci Bhagawadgita?
1.2.3.      Bagaimana Pengendalian Diri Dan Tindakan Etika Etis?

1.3.Tujuan
1.3.1.      Untuk Mengetahui Susunan Dan Isi Kitab Bhagawadgita
1.3.2.      Untuk Mengetahui Kecenderungan Kecenderungan Sifat Manusia Menurut Kitab Suci Bhagawadgita
1.3.3.      Untuk Mengetahui Pengendalian Diri Dan Tindakan Etika Eti



1.4.Manfaat
Dalam pembuatan makalah ini agar kita dapat mengetahui etika dalam ajaran kitab suci Bagawadgita dan cara menerapkan etika dalam kehidupan kita sehari-hari dan kita sebagai umat hindu yang baik dan berbudiman harus mengetahui apa yang harus kita lakukan dan apa yang kita harus jauhkan dalam hidup kita.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Susunan Dan Isi Kitab Bhagawadgita
Kitab suci Bhagawdgita terdiri dari 700 sloka dalam 18 Bab yang secara garis besar terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
  1. Bagian Pertama, Bab I sampai Bab VI melukiskan disiplin kerja tanpa mengharapkan buah hasilnya dan sifat jiwa yang ada dalam badan kita ini.
  2. Bagian Yang Kedua Bab VII sampai Bab XII mengutarakan disiplin ilmu pengetahuan dan kebaktian kepada Brahman.
  3. Bagian Ketiga, Bab XIII sampai Bab XVII menguraikan kesimpulan dari pada kedua bagian yang terdahulu dengan disertai disiplin pengambdian seluruh jiwa raga dan kegiatan kerja untuk dipersembahkan kepada Brahman yang kekal abadi.
Keseluruhan isi kitab suci Bhagawabgita ini adalah merupakan bagian dari pada Bhismaparwa yaitu buku VI epos besar Maha Bhrata, yang merupakan kitab suci Weda yang ke V setelah Rigweda, Samaweda, Yayureda Dan Atharwaweda, yakni Bab XI – Bab XXIII.

2.2.Kecenderungan Kecenderungan Sifat Manusia Menurut Kitab Suci Bhagawadgita
Bhagawadgita menerima ajaran tri guna yaitu satwam, rajas, dan tamas seperti samkya sebagai unsur unsur kecenderungan sifat sifat manusia. Demikian diterangkan bahwa satwam adalah sifat kebajikan, rajas adalah sifat kerakusan dan tamas adalah sifat malas.
Seperti dijelaskan dalam Bhagawadgita Bab XIV sloka 17 sebagai berikut :
Sattva samjayate jnanam,
rajaso lobha eva ca,
pramadamohau tamaso
bhavato jnanam eva ca.
Terjemahannya :
                        Dari sattva timbullah kebajikan,
                        dari rajas timbullah kerkausan,
dari tamas timbullah kemalasan,
juga kekacauan dan kebodohan.
Perilaku seseorang ditentukan oleh dua hal yaitu : faktor pembawaan yang merupakan karakter atau guna seseorang yang dibawa sejak lahir. Guna atau karakter dari kehidupan yang lampau dibawa juga jika seseorang bereinkarnasi atau lahir ke dunia. Jika waktu hidupnya yang lampau dia bekas seorang pencuri ulung, maka setelah lahir ke dunia, bila dapat kesempatan mencuri tentu dia akan lakukan karena dia tidak bisa menahan dorongan guna yang ada pada dirinya.
Pengaruh yang kedua menentukan tingkah laku seseorang adalah faktor lingkungan termasuk pendidikan, budaya dan pengalaman yang dialami sesudah lahir. Dari guna inilah munculnya kecenderungan kecenderungan perilaku seseorang akan ditentukan oleh intensitas pengaruh salah satu dari tri guna itu. Bila sifat satwam yang menguasai pikiran seseorang maka orang itu akan menjadi pribadi yang bijaksana, mengetahui tentang benar dan salah, hormat dan sopan, lurus hati dan kasih sayang, suka membantu orang menderita setia dan bakti, serta tidak mementingkan diri sendiri.
Bila guna rajah yang menguasai pikiran seseorang, maka pribadinya akan memiliki karakter yang keras, suka mengagung agungkan diri sendiri, kurang belas kasihan, pemarah, angkuh, egois, loba, bengis, kata katanya menyakitkan hati. Sedangkan jika guna tamas yang menguasai pikiran, orang itu akan menjadi pemalas, pengotor, suka makan, suka tidur, dungu, besar birahinya, iri hati.
Dari uraian diatas jelas bahwa sattwam mempunyai sifat tenang, rajas mempunyai sifat dinamis, dan tamas mempunyai sifat malas.
Ketiga guna inilah yang menyebabkan manusia mempunyai keinginan, dan dari keinginan inilah maka timbul gerak. Orang yang tidak memiliki ketiga guna ini sam dengan batu, tidak akan punya aktivitas. Dalam Tatwa Jnana 10 disebutkan, bila Sattwam bertemu dengan Rajah terang bercahaya pikirannya, itulah yang mengantarkan atman bisa mencapai sorga. Dan sifat sifat tersebut akan terlaksana dalam bentuk Tri Kaya Parisudha yaitu Manacika Parisudha (berpikir yang baik), Wacika Parisudha (berkata yang baik), dan Kayika Parisudha (berbuat yang baik). Jadi Tri Guna merupakan motor penggerak dari pikiran sehingga sangat berguna selama kita hidup.




2.3  Pengendalian Diri Dan Tindakan Etika Etis
Didalam ajaran Bhagawadgita diuraikan petunjuk petunjuk yang dapat dijadikan pedoman hidup bermasyarakat. Ajarannya dimulai dari penderitaan yang dialami oleh arjuna karena didalam melaksanakan tugas (Dharma), ia merasakan adanya pertentangan bhatin antara tugas dan kewajiban dengan ajaran agama yang ia yakini dan telah diikuti pula oleh masyarakat pada umumnya.
Di dalam melakukan tugas itu, ia melihat adanya pertentangan antara tugas kewajiban dengan Dharma, antara Karma dan Dharma.
Kesedihan atau penderitaan itu dirasakan karena “keragu raguan” dan keragu raguan timbul adalah karena kekeliruan dan kurangnya pengetahuan kita.ini disebut Awidya dan awidya menyebabkan Samsara.
Untuk itu orang harus melenyapkan kekurangan ilmu pengetahuan itu dengan belajar dan mempelejari secara benar tentang hakikat hidup itu sendiri. Oleh karena itu ada hal hal yang perlu diketahui sebelum kita berbuat. Menurut ajaran agam Hindu, setiap perbuatan atau karma pasti akan menimbulkan akibat. Tiada seorang pun dapat meniadakan akibat itu. Berbuat atau tidak berbuat, benar maupun salah semuanya menimbulkan akibat. Karena itu kita harus berani dan tabah dalam setiap berbuat. Yang penting setiap tantangan hidup itu harus dihadapi dan diatasi dengan penuh keyakinan. Yakin dan percaya akan bertambah kuat apabila didasari perbuatan itu dasar itikad yang baik, dengan dasar kejujuran dan ketetapan. Semuanya itu akan dapat dilaksanakan apabila kita bijaksana, terutama dalam mempertimbangkan atas dasar budhi (akal), perasaan (rasa), pikiran (manah), tujuan untuk kebahagiaan hidup.
Panca indera kita sesungguhnya adalah ibarat kuda yang menarik kereta badan manusia ini. Kita akan terombang ambing apabila kita tidak cepat cepat sadar serta mengendalikan panca indera itu dengan perasaan dan penuh kesadaran. Mengatasi hanya didasarkan pada akal (budhi) semata mata tidaklah ada manfaatnya melainkan harus diikuti dengan perasaan , ibarat kita memindahkan perasaan orang lain kedalam perasaan kita sendiri.
Usaha untuk dapat lepas dari sifat sifat yang tidak baik ialah dengan jalan menguasai diri sendiri. Dalam hubungan ini Bhagawadgita berulang kali menyebutkan agar orang dapat menguasai indrianya, karena indria yang menghubungkan manusia dengan dunia ini,  dunia objek kesenangan. Dengan indrianya maka keinginan yang timbul dari dirinya itu dapat diarahkan kepada tujuan tujuan yang baik yang membawa keselamatan kepada dirinya sendiri.
Adapun metode untuk menguasai indria, Bhagawadgita mengikuti praktek ajaran Yoga, indria harus ditarik dari objek objek keinginan seperti kura kura menarik semua anggota badannya kedalam dirinya.
Sloka 58 Bhagawadgita mengatakan :
Yada samharate cayam,
kurno nggani va sarvasah,
indriayani ndriyarthebhyah,
tasya prajna prastisthita.
Terjemahannnya :
Ia yang dapat menarik indrianya dari objek keinginan
dengan sempurna, sebagai kura kura yang menarik
seluruh anggota badannya kedalam dirinya, itulah orang
bijaksana.
Menurut uaraian diatas tampaklah bahwa benda benda  duniawi inilah yang mengguncang guncangkan hati manusia yang menjauhkan dari ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan. Karena itu orang diharuskan dapat mengendalikan indria kedalam ikatannya dengan benda benda duniawi ini, sehingga kebijaksanaan tetap dapat menjadi pelita penerang jiwa.
Bila seseorang selalu memikirkan benda benda duniawi, ia akan terikat kepadanya. Dari ikatan muncul keinginan, dari keinginan muncul kemarahan, dari kemarahan muncul kebingungan, dari kebingungan hilang ingatan, hilang ingatan hancur pikiran, hancurnya pikiran membawa kemusnahan. Akan tetapi ia yang dapat mengendalikan pikirannya di tengah tengah benda benda duniawi dengan menguasai indrianya, bebas dari ikatan dan perasaan enggan, ia akan dapat mencapai ketenangan.
Apabila terus terikat dengan keterikatan yang muncul akibat adanya hubungan rohani dan jasmani, maka akan timbul keinginan terus menerus atau kencanduan dan ini berbahaya. Bila keinginan tidak terkendalikan dan apabila ada hambatan, ini pasti akan menyebabkan timbul kemarahan maupun rasa benci dan iri hati. Rasa amarah atau akrodha adalah permulaan timbulnya penderitaan tidak saja terhadap  dirinya sendiri, tetapi juga kepada orang lain. Mereka tidak lagi mampu mengendalikan pikirannya dan berakhir pada kekeliruan, ketidakpercayaan, benci dan lain lainya.
Aspek tersebut merupakan salah satu dari “Sad Ripu” enam musuh yang harus ditundukkan manusia. Dinamakan musuh karena apabila manusia ingin bahagia, damai dan selamat, pertama tama ia memerangi dirinya, karena musuh terbesar ada pada diri kita sendiri. Bila kita dapat menundukkan musuh yang ada pada diri kita sendiri, maka selamatlah kita. Oleh karena itu kebajikan harus dibangkitkan dari dalam diri untuk perdamaian dan kedamaian.
Adapun keenam musuh itu adalah Karma, Kroda, Lobha, Mada, Moha, dan Matsarya. Biasanya konflik sosial adalah karena salah satu mau memaksakan keinginannya dan keinginan itu adalah dipengaruhi oleh Sad Ripu itu. Sad Ripu menjerat indrianya kita kepada nafsu untuk memenuhi dan menuruti keinginan itu dan akibatnya timbullah pertentangan. Pengaruh tidak terkendalinya Sad Ripu dapat memberikan dampak yang cepat atau lambat pasti terjadi. Sebagai contohnya didalam kitab Itihasa dan Purana disebutkan misalnya Raja Rahwana dari Alengkapura, serta Aila, Ajabindu dan Janamejaya yang karena marahnya terhadap Brahmana mengalami kehancuran.
            Pengendalian Panca Indria, baik jnanendriya maupun karmendriya akan dapat menundukkan Sad Ripu itu. Untuk melaksanakan tugas itu kita memerlukan kebajikan, kesadaran dan kemauan yang sungguh sungguh. Dengan bergaul kepada orang tua, memperhatikan nasehatnya, menimba sebanyak banyaknya pengetahuan dari mereka, dengan melakukan brata guru bhakti bersahabat dan bergaul dengan orang orang yang baik, dengan orang orang suci, orang orang terpandang dalam masyarakat dan selalu memelihara displin yang taat, seseorang akan dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan mencapai kemajuan.
            Selain itu bagian yang terpenting di dalam Bhagawadgita adalah ajaran Karma Yoga atau ajaran tentang hakikat karma. Untuk memahami arti karma itu, ada dua dasar yang harus diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam menentukan baik buruknya Karma itu. Kedua dasar yang merupakan landasan itu adalah Jnana Marga dan Karma Yoga. Dari kedua dasar itu melahirkan dua jalan yaitu Jnana Marga yang dibahas didalam kitab Upanisad dan Araniyaka, sedangkan jalan kedua adalah Karma Marga Yoga yang banyak dibahas didalam kitab Brahmana dan Dharmasastra.
            Kedua jalan itu memberikan bimbingan kepada manusia dalam kehidupan ini, terutama dalam rangka meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Karma Yoga adalah jalan yang dipedomani oleh setiap orang yang ingin mencapai kebahagiaan lahir dan bathin didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Seperti disebutkan dalam Buku Bhagawadgita Bab V Sloka 12 adalah :
Yuktah karmaphalam tyaktva
Santim apnoti saishechikim
Ayuktah kemakarena
Phale sakto nibhadyate
Terjemahannya :
                        Seorang yogi yang mananggalkan pahala akhirnya mencapai
                        kedamaian abadi, tetapi yang tidak bersatu dengan atman
                        diperbudak oleh nafsu dan belenggu kerja.
Kedamaian abadi adalah merupakan tingkatan kesempurnaanyang dicapai dengan jalan berangsur angsur, yang mula mula tumbuh dari pertama kebersihan hati, kedua mencapai ilmu pengetahuan, ketiga melepaskan segala hawa nafsu dan keinginan keinginan pribadi dan keempat keseimbangan dalam melaksanakan bhakti.
Bila kita ingin mencapai kesempurnaan dan mengadakan perbaikan pada masyarakat ini, kita harus benar benar menyadari hukum karma itu. Keberhasilan dan kesempurnaan, kemajuan dan kebaikan, semuanya akan bisa terjadi apabila kita berkarma. Kita harus bekerja, sebaliknya apabila kita tidak berbuat kebajikan, maka tidak akan ada apa apa yang dapat diharapkan, jadi kita berpangku tangan saja, duduk melamun dan hanya berpikir, berharap akan menjadi baik. Orang seperti itu adalah orang yang tergolong berpura pura. Ia membahagiakan dirinya sendiri dan akhirnya ia akan menjadi korban karena ulahnya. Karena itu didalam kitab Bhagawadgita kita diminta agar menjadi orang yang benar benar berusaha bekerja untuk mencapai tujuan. Dalam buku Bhagwadgita Bab XVIII Sloka 48 dikatakan :
                        Sahajam karma kaunteya,
                        sadosam api na tyajet,
                        sarvarambha hi dosena,
                        dhumena gnir iva vrtah.

Terjemahannya :
                        Orang hendaknya jangan melepaskan pekerjaan yang
                        sesuai dengan diri. Oh, Arjuna meskipun ada kurangnya,
                        karena semua usaha diselimuti oleh kekurangan-
                        kekurangan seperti api oleh asap.

Hanya dengan bekerja, Prabu Janaka dan lain lainnya mendapat kesempurnaan. Jadi kita pun wajib jug melakukan pekerjaan dengan pandangan untuk pemeliharaan dunia. Demikianlah ajaran etis dan pengendalian diri yang diajarkan oleh kitab Bhagawadgita yang hendaknya dapat dijadikan pedoman bertingkah laku dalam mengarungi hidup di dunia ini.
















BAB III
PENUTUP

3.1.      Kesimpulan
Dari pembuatan makalah ini dapat kami simpulkan bahwa dalam ajaran kitab suci Bhagawadgita banyak hal yang perlu kita harus pelajari demi kebaikan di dunia ini dan akan menimbulkan keharmonisan. Di dalam kitab suci Bhagawadgita terdapat tiga bagian yaitu bagian pertama melukiskan disiplin kerja tanpa mengharapkan buah hasilnya dan sifat jiwa yang ada dalam badan kita ini, bagian Yang Kedua mengutarakan disiplin ilmu pengetahuan dan kebaktian kepada Brahman, bagian Ketiga, menguraikan kesimpulan dari pada kedua bagian yang terdahulu dengan disertai disiplin pengambdian seluruh jiwa raga dan kegiatan kerja untuk dipersembahkan kepada Brahman yang kekal abadi. Dan dalam kitab suci Bhagawadgita di ajarkan kita beretika yang baik, kecendrungan sikap manusia yang bersikap baik dan tindakan apa yang harus dilakukan manusia agar berbuat baik.

3.2.      Saran
            Saran yang dapat kami sampaikan dari pembuatan makalah ini terurama dari para pembaca, masih banyak kekurangan-kekurangan dalam pembuatan makalah ini, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan dan saran dari pembaca guna untuk perbaikan lebih lanjut dari makalah ini dan semoga makalah ini berguna bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Pudja Gde, Bhagawadgita, Maya Sari Jakarta.1984.
Raka Mas Gde A. A, Moksa Universalitas dan Pluralitas Bhagawadgita (Sebuah Study dan Analisa), Paramita Surabaya,2007.
 Sudharta Tjok Rai, Ajaran Moral Dalam Bhagawadgita, Paramita, Surabaya.2007.
Aripta Wibawa Made, Dialog Bhagawdgita, Pt Empat Warna Komunikasi Denpasar.2006.
Maharta Nengah , Beberapa Mantram Bhagawad Gita, Bandar Lampung.2007.
http://www.google.co.id ,30 April 2011













LAMPIRAN

Tanggapan
Dari pembahasan yang pertama di atas saya terkesan dengan Bagian pertama dan Bagian ke dua dari Kitab Suci Bagawadgita di mana pada bagian pertama itu berisi disiplin kerja tanpa mengharapkan buah hasilnya dan bagian kedua yang isinya disiplin ilmu pengetahuan dan kebaktian kepada Brahman. Tetapi dalam kehidupan nyata seperti sekarang ini banyak manusia yang bekerja mengharapkan imbalan terhadap apa yang telah dilakukannya atau dengan kata lain pamrih dan yang kedua yaitu sekarang ini banyak para brahmacari yang tidak displin dalam menuntut ilmu,sperti dengan halnya melakukan hubungan seks bebas di luar nikah semasih brahmacari. Dari itu maka kita sekarang ini harus belajar dengan baik-baik dan disiplin dalam menuntut ilmu dan dalam berbuat itu jangan hanya ingin pujian atau hasil atau nilai yang akan ada.
Pembahasan yang kedua itu apa yang dipaparkan itu sangat benar dengan adanya sekarang ini, tetapi di zaman kaliuga seperti sekarang ini banyak orang atau manusia tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya, bahkan orang tersebut yang dikendaliklan oleh hawa nafsunya itu sendiri, seperti contohnya dalam kehidupan nyata atau dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai adanya suatu korupsi di suatu lembaga atau suatu instansi. Orang yang korupsi merupakan orang yang dikendalikan oleh hawa nafsunya sendiri, dan masih banyak contoh kasus yan g terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dan di zaman seperti ini banyak orang yang dikuasai oleh rajas dan tamas, tentu saja orang-orang yang seperti ini akan mengalami kemusnahan dari kehidupan, dalam kehidupan sehari-hari juga banyak dijump[ai, orang seperti ini hanya brmalas-malasan dan cenderung akan berbuat dosa seperti mencuri, pemerkosaan, judi, dan masih banyak hal yang lainnya dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Dari pembahasan yang ketiga yaitu Pengendalian Diri Dan Tindakan Etika Etis tentang tanggapan kami terhadap semuanya itu merupakan benar adanya, kita hidup di zaman yang globalisasi ini harus pinter-pinter mengendalikan diri kita dan berbuat yang sesuai dengan etika, kalau tidak dapat mengendalikan diri kita sendiri maka siapa yang harus mengendalikan diri kita sendiri, niscaya jurang kehancuran akan di depan mata kita.

Pertanyaan
  1. Bagaimana cara kita sebagai calon guru atau calon pendidik menerapkan ajaran etika yang terkandung dalam kitab suci Bhagawadgita?
  2. Mengapa manusia di zaman sekarang ini banyak dikuasai oleh rajas dan tamas? Bagaimana cara mengatasi hal tersebut?
  3. Mengapa manusia sekarang ini kalu bekerja sangat mengharapkan buah hasilnya sedangkan yang tertera pada kitam suci Bhagawadgita sangat bertolak belakang dengan knyataan ini?
  4. Apa yang harus dilakukan manusia jika tidak memiliki tri guna?
  5. Mengapa perbuatan baik di dunia seperti sekarang ini cenderung mengalami kekalahan dengan perbuatan jahat?

Jawaban
  1. Cara kita sebagai calon guru menerapkan ajaran etika adalah dengan menjalankan semua ajaran etika dalam ajaran etika bagawadgita dalam kehidupan sehari-hari, kita sebagai calon pendidik harus sebagai toladan atau contoh yang baik nantinya, dalam istilahnya guru patut digugu dan ditiru, jangan sampai guru itu berbuat yang tidak sesuai dengan etika, jadi nanti perbuatan kita yang tidak baik itu akan ditiru dan digugu, sudah di jelaskan dalam kitab suci ajaran bagawadgita tersebut kita harus bisa menguasai salah satunya dari triguna itu yaitu satwam, kalau satwam yang menguasai dalam diri kita, tentu saja kita itu akan menjadi pribadi yang bijaksana, mengetahui tentang benar dan salah, hormat dan sopan, lurus hati dan kasih sayang, suka membantu orang menderita setia dan bakti, serta tidak mementingkan diri sendiri.
  2. Manusia atau orang dizaman sekarang lebih banyak di kuasi oleh rajas dan tamas karena kita ingat bahwa sekarang ini merupakan zaman kaliuga, di mana zaman kaliuga tersebut dunia ini seakan-akan terbalik, kebenaran akan menjadi musnah, hawa nafsu manusia yang negative akan membludak, dan masih banyak yang lainya. Cara mengatasi hal tersebut adalah dengan mempelajari ajaran agama yang lebih, mengajarkan dan menyadarkan orang tersebut dengan ajaran etika.
  3. Hal itu terjadi dengan tuntutan di zaman seperti sekarang ini, kebutuhan manusia yang kian hari semakin meningkat, Zaman globalisasi yang modern sehingga harus mengikuti perkembangan tersebut, dulu sama sekarang sangat berbeda! Sekarang seperti yang dibilang orang kaya akan menjadi lebih kaya dan orang miskin akan menjadi lebih miskin, oleh karena itu manusia sekarang berlomba-lomba untuk mendapatkan buah hasil dari karyanya, Maka dari itu sekarang harus banyak belajar mengembalikan keadaan seperti dulu lagi. Mengendalikan emosi dan hawa nafsu yang kita miliki melalui mengendalikan sad ripu.

  1. Orang yang tidak memiliki tri guna ini sama dengan batu, tidak akan punya aktivitas. Karena Tri Guna merupakan motor penggerak dari pikiran sehingga sangat berguna selama kita hidup. Dan juga dari Tri Guna manusia akan berlaksana menjadi Tri Kaya Parisuda yaitu  manacika, wacika, dan manacika. Apalah arti manusia bila tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Jadi tri guna sangatlah penting dalam hidup ini.
  2. Karena di dalam hidup ini seperti yang diketahui bahwa sekarang di zaman kaliuga dharma itu akan mengalami kekalahan oleh adharma, semua akan terbalik, sudah memang kodrat seperti kini, kita hanya tidak bisa berbuat banyak selain berbuat kebaikan di dunia ini agar kebenaran itu mengalami kemenangan, seperti sebagai contoh dalam orang korupsi yang mempunyai uang banyak dengan mudah manipulasi dengan uang, sehingga dya yang melakukan korupsi tidak menjadi kena hukuman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar