TUGAS UPANISAD
tentang
TRADISI MASYARAKAT HINDU LOMBOK
UPACARA MELASTI DALAM HARI
RAYA NYEPI
Disusun Oleh:
Nama : I Ketut Putu Suardana
Nim : 101 111 18
Jurusan : Pendidikan
Semester: III (Tiga) B Pagi
KMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
NEGERI GDE PUDJA
MATARAM
2011
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat asung kerta wara
nugraha-Nya dan kuasa-Nya makalah: Tugas Upanisad tentang “Tradisi
Masyarakat Hindu Lombok yaitu Upacara Melasti” ini dapat di selesaikan
tepat pada waktunya. Sudah tentu makalah yang kami buat ini jauh dari sempurna,
untuk itu kami selaku penyusun makalah ini mohon kritik dan sarannya secara
konstruktif untuk lebih sempurnanya makalah: Tugas Upanisad tentang “Tradisi
Masyarakat Hindu Lombok yaitu Upacara Melasti” ini.
Pada kesempatan ini tidak
lupa kami sampaikan terima kasih kepada pihak yang telah memberi sumbangan
pemikirannya kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Selain itu
terima kasih kami ucapkan kepada narasumber yang telah memberikan informasi tentang
upacara melasti itu.
Sebagai akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan untuk kritik dan saran
pembaca sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Om Santih Santih
Santih Om.
Mataram, 20 November 2011.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... 1
KATA PENGANTAR........................................................................................ 2
DAFTAR ISI....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG.............................................................................. 4
B.
RUMUSAN MASALAH......................................................................... 5
C.
TUJUAN................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN MELASTI....................................................................... 6
B.
URUTAN, TUJUAN DAN FILOSOFIS
UPACARA MELASTI DALAM HARI RAYA NYEPI MASYARAKAT LOMBOK.................................................................... 6
C.
MAKNA MELASTI BAGI MASYARAKAT LOMBOK..................... 13
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN......................................................................................... 16
B.
SARAN..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pelaksanaan upacara Melasti dan Nyepi bukan saja dilakukan
umat Hindu di Bali, namun warga yang beragama Hindu dan bermukim di Lombok dan
sekitarnya juga menggelar upacara serupa. Tiga hari sebelum hari raya Nyepi warga
Hindu yang sebagian besar berasal dari Bali bersama-sama melaksanakan Melasti yang
biasa di lakukan di pantai Melasa desa Batu Layar kecamatan Batu Layar, Lobar,
NTB.
Hari itu, umat Hindu di Lmbok berbondong-bondong ke pantai Melasa
desa Batu Layar kecamatan Batu Layar, Lobar, NTB, baik tua maupun muda untuk
menjalankan ritual suci upacara Melasti.
Mengapa
pelaksanaan Melasti digelar di pantai, karena pantai atau laut bagi umat Hindu
dianggap sebagai sumber tirta amerta kesucian dari Dewa Ruci dan Pemuteran
Mandragiri. Selain itu dalam kegiatan Melasti juga dilaksanakan penyucian alat
atau simbol-simbol suci umat Hindu.
Disebutkan,
umat Hindu di Lombok merupakan warga transmigrasi dari Pulau Dewata. Selain
Melasti ada serangkaian kegiatan lainnya seperti upacara Tawur Kesanga setelah
Melasti.
Selanjutnya,
umat Hindu di Lombok melaksanakan Catur Brata Penyepian atau tanpa
beraktivitas selama 24 jam hingga esok harinya. Setelah itu kegiatan
dilanjutkan dengan Sima Krama atau saling memaafkan sesama umat Hindu.
Melalui uapcara ritual melasti, diharapkan dapat
meningkatkan perdamaian dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain
itu juga meningkatkan kesejahteraan bagi warga Hindu di Lombok dan sekitarnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Didalam
makalah ini akan dibahas berbagai hal mengenai upacaramelasti yaitu tentang:
1.
Apakah yang dimaksud melasti
dalam perayaan Nyepi di Lombok?
2.
Bagaimana urutan melasti dalam
upacara Nyepi?
3.
Bagaimana filosofis uacara
melasti dalam pelaksanaan Nyepi?
4.
Apakah tujuan dilaksanakannya
upacara melasti?
5.
Apakah makna upacara melasti
bagi umat hindu di Lombok?
C.
TUJUAN
Setelah penyusunan makalah ini diharapkan pembaca bisa mengetahui
dan memahami pelaksanaan upacara melasti di Lombok .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN MELASTI
Melasti adalah berasal dari Bahasa Kawi yaitu dari
kata “mala” yang artinya kotoran dan “asti” artinya abu atau lebur. Dengan
demikian melasti artinya melebur kotoran. Kegiatan melasti juga disebut
melelasti, melis, mesucian, mekiyis.
Melasti atau Melis, atau juga disebut
Mekiyis, adalah rangkaian upacara yang diselenggarakan berkaitan dengan Hari
Raya Nyepi. Berbagai benda pusaka, benda keramat, diarak menuju segara atau
pantai. Benda tersebut diletakkan dalam jempana, atau rumah panggung mini.
Mengikuti perkembangan jaman, kini jempana sering diletakkan di atas kereta
roda, sehingga memudahkan umat untuk mengaraknya bersama.
Pelaksanaan Melasti diberbagai tempat
mengikuti kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh para pemuka agama atau tokoh
masyarakat Hindu. Misalnya, di Lombok Barat, Desa Batulayar, melaksanakan
rangkaian upacara Melasti ini pada hari tiga hari sebelum Nyepi.
B.
URUTAN, TUJUAN DAN FILOSOFIS
UPACARA MELASTI DALAM HARI RAYA NYEPI MASYARAKAT LOMBOK
Urut-urutan acara dalam menyambut Hari Raya Nyepi
1.
Tahap Pertama Melasti
Dalam Lontar Sanghyang Aji Swamandala disebutkan:
… ANGANYUTAKEN LARANING JAGAT, PAKLESA LETUHING BHUANA
Artinya:
Untuk melenyapkan penderitaan masyarakat (kotoran Bhuana Alit) dan
kekotoran dunia (kotoran Bhuana Agung).
Dalam Lontar Sundarigama disebutkan pula:
… AMET SARINING AMERTA KAMANDALU
RI TELENGING SAMUDRA
Artinya:
Untuk memperoleh air suci kehidupan (Sarining Bhuana) di tengah-tengah
laut.
Jadi melasti bertujuan untuk: melenyapkan kekotoran
dunia dan melenyapkan penderitaan manusia yang menumpuk di tahun yang lalu,
serta memohon tirta amerta kamandalu, yaitu air suci kehidupan untuk tahun yang
akan datang. Pelaksanaannya dengan mengusung pretima-pretima (niyasa Ida
Bethara) ke laut. Di tepi laut upacara dilaksanakan dengan menghaturkan banten
suci ke hadapan Sanghyang Baruna, serta mohon tirta penglukatan/ pebersihan ke
hadapan Gangga Dewi untuk pretima, prelingga, jempana, bangunan suci, alat-alat
upacara, serta anggota masyarakat.
Upacara melasti ini dilaksanakan dua atau tiga hari sebelum Nyepi
(Sipeng)
2.
Tahap Kedua Nyejer di Pura
Sekembalinya dari melasti, pretima (niyasa Ida
Bethara) di-stanakan di Pura. Di sini warga masyarakat mendapat kesempatan
ngaturang ayaban serta mohon dianugerahi kesucian dan ketenteraman batin dalam
menyambut Hari Raya Nyepi.
3.
Tahap Ketiga Taur Kesanga
Dilaksanakan oleh Tri Sadaka di perapatan agung.
Hari itu tepat Tilem Chaitra (Kesanga). Tujuan pecaruan adalah untuk membina
hubungan yang harmonis antara manusia dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan alam (Trihitakarana = tiga sebab yang
menjadi baik). Caru yang digunakan yaitu:
·
Di tingkat Propinsi: Tawur Agung
·
Di tingkat Kabupaten: Panca Kelud
·
Di tingkat Kecamatan: Panca Sanak
·
Di tingkat Desa: Panca Sata
·
Di tingkat Banjar: Eka Sata
·
Di rumah masing-masing warga:
o
Di Pamerajan menghaturkan kepada
Ida Bethara peras, ajuman, daksina, ketipat kelanan, canang lenga wangi, burat
wangi, bija beras kuning
o
Di natar Pamerajan menghaturkan
kepada Sang Bhuta Kala segehan nasi cacah 108 tanding, ulam jejeroan mentah,
segehan agung, tetabuhan arak/ berem/ tuak/ toya anyar
o
Di pintu masuk halaman rumah
nanceb sanggah cucuk dengan banten daksina, jauman, peras, dandanan tumpeng
ketan, sesayut, panyeneng, janganan
o
Di bawah sanggah cucuk segehan
agung, segehan manca warna 9 tanding, olahan ayam brunbun, tetabuhan arak/
berem/ tuak/ arak/ air.
Setelah itu semua keluarga natab beakala,
prayascita, sesayut lara melaradan, lalu melaksanakan pangerupukan.
Acara terakhir adalah ngelinggihang pretima Ida
Bethara kembali ke palinggih semula (nyineb).
4.
Tahap Keempat Sipeng atau Nyepi
Melaksanakan Catur Brata Penyepian: Amati Agni,
Amati Karya, Amati Lalanguan, Amati Lelungaan.
- Amati Agni, artinya tidak menyalakan api secara skala, dan api secara niskala, yaitu marah, nafsu sex dan pikiran kotor lainnya.
- Amati Karya, artinya tidak melaksanakan kerja fisik agar dapat melaksanakan tapa, berata, yoga, samadi.
- Amati Lalanguan (langu artinya indah, asyik, mempesona), artinya tidak menikmati keindahan atau sesuatu yang mengasyikkan seperti nonton TV, mendengar lagu-lagu, main judi, ceki, main catur, bergurau sambil tertawa, dll.
- Amati Lelungaan, artinya tidak bepergian keluar rumah karena melaksanakan tapa, berata, yoga, samadi.
5.
Tahap Kelima Ngebak Geni
Keesokan harinya sejak jam 06.00 melepaskan Brata
Penyepian, dan melaksanakan Dharma Shanti.
6.
Tahap Keenam Batara Turun Kabeh
Jatuh pada Purnama Kadasa, yaitu 14 hari setelah
Sipeng. Pada hari ini Ida Sanghyang Widhi Wasa turun di Pura diiringi oleh
segenap manifestasi Beliau sebagai Dewa-Dewi.
Ida Sanghyang Widhi Wasa turun ke Pura karena
Bhuana Agung dan Bhuana Alit sudah “bersih” lalu memberkati umat manusia untuk
menikmati kehidupan yang lebih baik di tahun yang akan datang.
Di saat ini warga Hindu berduyun-duyun datang ke Pura menghaturkan
sembah bakti serta mohon panugerahan.
Itulah urut-urutan pelaksanaan Hari Raya Nyepi.
Rangkaian itu merupakan satu kesatuan dan tidak dapat diputar balik karena
makna atau tattwa-nya akan tidak mencapai sasaran.
Tanggapan Penulis:
Pandita belum menemukan sumber sastra yang
menyatakan bahwa melasti dilaksanakan saat Purnama Kadasa.
Dengan berpikir bijaksana saja, sulit mencari
jawaban, kenapa sudah melaksanakan berata penyepian, padahal Bhuana Agung dan
Bhuana Alit masih leteh (kotor); di samping itu, di saat Bethara Turun Kabeh di
Pura, mereka yang melasti tentu tidak dapat tangkil ke Pura; bagaimana?
Contohnya Di Bali:
Di Desa Adat Buleleng, selama ratusan tahun
dilaksanakan melelasti pada Purnama Kadasa.
Ini adalah Kuna Dresta, Desa Dresta, dan Loka
Dresta. Kuna Dresta adalah kebiasaan-kebiasaan yang telah diwarisi sejak
dahulu; Desa Dresta adalah kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di suatu Desa; Loka
Dresta adalah kebiasaan-kebiasaan yang diyakini oleh sekelompok orang.
Dresta itu dimulai ketika Buleleng dipimpin oleh
Raja I Gusti Anglurah Panji Sakti. Beliau adalah putra Dalem Seganing, raja
Gelgel beribu Ni Luh Pasek, putri Ki Pasek Gobleg.
Beliau kesatria sejati dengan naluri perang dan
politik ekspansi yang tinggi. Buleleng mencapai zaman keemasan karena berhasil
menundukkan Blambangan, Pasuruan, Jembrana, dan Mengui.
Beliau lalu “show of force” atau pamer kekuatan ke
arah selatan Bali dengan memancing kemarahan Raja Tabanan dan Badung. Caranya
agak unik, yaitu merusak palinggih-palinggih di Pura Batu Karu yang disakralkan
oleh Badung dan Tabanan. Untung upaya itu tidak berlanjut karena terjadi
pro-kontra di kalangan pasukan “Taruna Goak”.
Akhirnya Beliau menyerang Badung, terjadi
pertempuran yang dahsyat di Taensiat; dalam perang ini tidak ada yang kalah
atau menang. Sementara itu Raja Gelgel, Dalem Di Made di-kup oleh I Gusti Agung
Maruti.
Raja-Raja di Bali mendapat peluang untuk berdiri
sendiri tidak tunduk lagi kepada Dalem di Gelgel. Kebiasaan lama menghaturkan
upeti tahunan ke Gelgel terhenti.
Di masa lalu para Raja terlebih dahulu
bersembahyang ke Besakih pada Purnama Kedasa, sebelum menghadap “kaisar” Raja
Gelgel. Walaupun Dalem Di Made masih saudara tiri Panji Sakti, beliau tidak
bereaksi apa-apa ketika kudeta itu terjadi; mungkin masih merasa dendam karena
dianaktirikan dahulu.
Di saat itu Panji Sakti sangat ditakuti oleh
Raja-Raja Bali, karena kesaktian dan kekuatan pasukan tempurnya yang dilengkapi
gajah-gajah hasil jarahan ke Blambangan.
Jika saja beliau tidak ingat dengan ramalan Ki
Panji Landung, mungkin saja Bali Selatan dikuasai beliau. Ketika itu Panji
Sakti memutuskan untuk seterusnya tidak menyerahkan upeti ke Gelgel, dan juga
tidak tangkil ke Besakih pada Purnama Kedasa; sebagai dalih diadakan upacara
melis saat Purnama Kedasa.
Dresta sebagai peninggalan politik militer Panji
Sakti seperti yang diuraikan di atas kiranya kini perlu dikaji karena tidak
sesuai lagi dengan desa-kala-patra, dalam hal ini “kala” yang berarti waktu-nya
sudah berbeda.
Melis sebelum Penyepian serta rangkaian upacara
seperti diuraikan di atas sesuai dengan sastra Agama, logis, dan sudah
dibakukan dalam Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Tahun 1984 dan
Keputusan Seminar Kesatuan Tapsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu tahun 1988, tentang
Hari Raya Nyepi.
Keputusan-keputusan
itu menjadi pedoman yang seharusnya ditaati oleh umat Hindu di mana pun berada,
karena PHDI adalah Lembaga Tertinggi Umat Hindu.
C.
MAKNA MELASTI BAGI MASYARAKAT LOMBOK
Upacara
dilaksanakan dengan melakukan sembahyangan bersama menghadap laut, seluruh
peserta upacara mengenakan baju putih. Setelah upacara Melasti usai
dilakukan, seluruh benda dan perlengkapan tersebut diusung ke Balai Agung Pura
desa. Sebelum Ngrupuk dilakukan nyejer dan selamatan. Umat Hindu di Bali
berharap mendapat kesucian diri lahir batin serta mendapatkan berkah dari Sang
Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) untuk menghadapi kehidupan di masa yang
akan datang.
Untuk
menyambut Hari Raya Nyepi, pelaksaan upacara Melasti ini di bagi
berdasarkan wilayah, di Ibukota provinsi dilakukan Upacara Tawur.
Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud. Di tingkat kecamatan
dilakukan upacara Panca Sanak. Di tingkat desa dilakukan upacara Panca
Sata. Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata. Sedangkan di
masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah).
Makna dari upacara
Melasti adalah suatu proses pembersihan diri manusia, alam dan benda
benda yang di anggap sakral untuk dapat suci kembali dengan melakukan
sembahyang dan permohon kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), lewat
perantara air kehidupan (laut, danau, sungai ), dengan jalan dihayutkan agar
segala kotoran tersebut hilang dan suci kembali. Upacara ini juga bertujuan
memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar Umat Hindu diberi kekuatan
dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi. Selain itu Pelaksanaan Upacara Melasti ini menjadi
salah satu daya tarik wisata yang saat menarik untuk disaksikan oleh wisatawan.
Pelaksanaan
Ritual dan seluruh perlengkapan (pralingga atau pratima Ida Bhatara benda
benda yang suci dan dianggap Sakral)harus sudah kembaliberada di bale agung
selambat lambatnya menjelang sore.
Pelaksaaan
upacara Melasti dilengkapi dengan berbagai sesajen sebagai simbolis Trimurti,
3 dewa dalam Agama Hindu, yaitu Wisnu, Siwa, dan Brahma. serta Jumpana
singgasana Dewa Brahma.
Dalam Lontar
Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala ada empat hal yang
dipesankan dalam upacara Melasti:
- Mengingatkan agar terus meningkatkan baktinya kepada Tuhan (ngiring parwatek dewata).
- Peningkatan bakti itu untuk membangun kepedulian agar dengan aktif melakukan pengentasan penderitaan hidup bersama dalam masyarakat (anganyutaken laraning jagat).
- Membangun sikap hidup yang peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus melakukan upaya untuk menguatkan diri dengan membersihkan kekotoran rohani diri sendiri (anganyut aken papa klesa).
- Bersama-sama menjaga kelestarian alam ini (anganyut aken letuhan bhuwana).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Jika kita perhatikan tujuan filosofis Hari Raya Nyepi, tetap
mengandung arti dan makna yang relevan dengan tuntutan masa kini dan
masa yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur
Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan yang akan datang. Bhuta
Yajña (Tawur Kesanga) mempunyai arti dan makna untuk memotivasi umat Hindu
secara ritual dan spiritual agar alam senantiasa menjadi sumber kehidupan.
Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah
yang melekat pada diri manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata
"tawur" berarti mengembalikan atau membayar. Sebagaimana kita
ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan
hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam karma
wasana. Perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu
berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan memberi perlu selalu
dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti Tawur
Kesanga bermakna memotivasi keseimbangan jiwa. Nilai inilah tampaknya yang
perlu ditanamkan dalam merayakan pergantian Tahun Saka Menyimak sejarah
lahirnya, dari merayakan Tahun Saka kita memperoleh suatu nilai kesadaran dan
toleransi yang selalu dibutuhkan umat manusia di dunia ini, baik sekarang
maupun pada masa yang akan datang. Umat Hindu dalam zaman modern sekarang ini
adalah seperti berenang di lautan perbedaan. Persamaan dan perbedaan merupakan
kodrat.Persamaan dan perbedaan pada zaman modern ini tampak semakin eksis dan
bukan merupakan sesuatu yang negatif. Persamaan dan perbedaan akan selalu
positif apabila manusia dapat memberikan proporsi dengan akal dan budi yang
sehat.
Brata penyepian adalah untuk umat yang telah mengkhususkan
diri dalam bidang kerohanian. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai Nyepi dapat
dijangkau oleh seluruh umat Hindu dalam segala tingkatannya. Karena agama
diturunkan ke dunia bukan untuk satu lapisan masyarakat tertentu.
1.
Pelaksanaan Upacara Melasti
Upacara Melasti dilakukan
antara dua atau tiga hari sebelum Nyepi. Pelaksanaan upacara Melasti disebutkan
dalam lontar Sundarigama seperti ini: "....manusa kabeh angaturaken prakerti
ring prawatek dewata."
Di Bali dan Di Lombok umat
Hindu melaksanakan upacara Melasti dengan mengusung pralingga atau pratima Ida
Bhatara dan segala perlengkapannya dengan hati tulus ikhlas, tertib dan hidmat
menuju samudra atau mata air lainnya yang dianggap suci. Upacara dilaksanakan
dengan melakukan persembahyangan bersama menghadap laut. Setelah upacara Melasti
usai dilakukan, pratima dan segala perlengkapannya diusung ke Balai Agung di
Pura Desa. Sebelum Ngrupuk, dilakukan nyejer dan selama itu umat melakukan
persembahyangan.
Upacara Melasti ini jika
diperhatikan identik dengan upacara Nagasankirtan di India. Dalam upacara
Melasti, pratima yang merupakan lambang wahana Ida Bhatara, diusung keliling
desa menuju laut dengan tujuan agar kesucian pratima itu dapat menyucikan desa.
Sedang upacara Nagasankirtan di India, umat Hindu berkeliling desa,
mengidungkan nama-nama Tuhan (Namas-maranam) untuk menyucikan desa yang
dilaluinya.
Dalam rangkaian Nyepi di Lombok,
upacara yang dilakukan berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut: di ibukota
provinsi dilaku-kan upacara tawur. Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca
Kelud. Di tingkat kecamatan dilakukan upacara Panca Sanak. Di tingkat desa
dilakukan upacara Panca Sata. Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata.
Sedangkan di masing-masing
rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah). Di situ umat
menghaturkan segehan Panca Warna 9 tanding, segehan nasi sasah 100 tanding.
Sedangkan di pintu masuk halaman rumah, dipancangkanlah sanggah cucuk (terbuat
dari bambu) dan di situ umat menghaturkan banten daksina, ajuman, peras,
dandanan, tumpeng ketan sesayut, penyeneng jangan-jangan serta perlengkapannya.
Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelan (ketupat 6 buah), sujang berisi
arak tuak. Di bawah sanggah cucuk umat menghaturkan segehan agung asoroh,
segehan manca warna 9 tanding dengan olahan ayam burumbun dan tetabuhan arak,
berem, tuak dan air tawar. Setelah usai menghaturkan pecaruan, semua anggota
keluarga, kecuali yang belum tanggal gigi atau semasih bayi, melakukan upacara
byakala prayascita dan natab sesayut pamyakala lara malaradan di halaman rumah.
2. Makna Upacara
Melasti / Mekiyis
Menurut ajaran Hindu, melasti
adalah nganyudang malaning gumi ngamet Tirta Amerta atau menghanyutkan
kekotoran alam menggunakan air kehidupan. Laut sebagai simbol sumber Tirtha
Amertha (Dewa Ruci, Pemuteran Mandaragiri). Ritual dilaksanakan selambat -
lambatnya pada tilem sore, pelelastian harus sudah selesai secara keseluruhan,
dan pratima yang disucikan sudah harus berada di bale agung.
Ritual Melasti dilengkapi
dengan bermacam-macam sesajen baik sesajen khas Jawa maupun Bali. Sesajen
tersebut sebagai simbolisasi Trimurti, 3 dewa dalam Agama Hindu, yaitu Wisnu,
Siwa, dan Brahma. Serta diarak pula simbol singgasana Dewa Brahma yaitu
“Jumpana”.
Makna Upacara melasti yakni
proses pembersihan lahir bathin manusia dan alam, dengan jalan menghayutkan
segala kotoran menggunakan air kehidupan. Oleh karena itu prosesi sembahyang
dilakukan di sumber-sumber air. Dilaksanakan selambat-lambatnya menjelang sore.
Upacara ini juga bertujuan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar Umat
Hindhu diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi.
3.
Tujuan Upacara Melasti
Tujuan dari
upacara ini adalah untuk penyucian diri. Dalam upacara Melasti menurut Lontar
Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala ada empat hal yang dipesankan dalam
upacara Melasti tersebut.
- Pertama untuk mengingatkan umat agar meningkatkan terus baktinya kepada Tuhan (ngiring parwatek dewata).
- Kedua peningkatan bakti itu untuk membangun kepedulian agar dengan aktif melakukan pengentasan penderitaan hidup bersama dalam masyarakat (anganyutaken laraning jagat).
- Ketiga untuk membangun sikap hidup yang peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus melakukan upaya untuk menguatkan diri dengan membersihkan kekotoran rohani diri sendiri (anganyut aken papa klesa).
- Keempat dengan bersama-sama menjaga kelestarian alam ini (anganyut aken letuhan bhuwana).
Dengan melakukan
empat hal itu barulah manusia berhak mendapatkan sari-sari kehidupan di bumi
ini (amet sarining amerta ring telenging segara). Kalau eksistensi cuaca
teratur sesuai dengan hukum Rta maka laut akan senantiasa berproses menciptakan
mendung. Dari mendung itulah akan turun hujan. Hujan yang turun itu kalau
disambut di muka bumi ini oleh ibu pertiwi dengan hutannya yang memadai maka
kebutuhan air untuk berbagai keperluan hidup akan senantiasa teratur
keberadaannya.
Dalam Bhagawad
Gita III.14 dinyatakan bahwa air hujan itu adalah Yadnya alam kepada semua
makhluk penghuni bumi ini.
4.Urutan Pelaksanaan Upacara Melasti
·
Umat Hindu melaksanakan upcara melasti dan tawur agung
kesanga dalam rangkaian pelaksanaan hari raya Nyepi. Upacara melasti ini
diadakan tepat pada Tilem Kesanga. Melasti dan tawur agung kesanga ini
bertujuan untuk memohon tirta amertha sebagai air pembersih dari Hyang Widhi
sekaligus pula menghilangkan unsur-unsur bhuta yang dapat mengganggu
pelaksanaan hari Nyepi.
·
Prosesi melasti dimulai dengan persiapan iring-iringan umat
serta jempana dan barong yang akan diarak menuju tempat sumber air. Sumber air
yang menjadi tujuan prosesi melasti ini adalah danau atau pantai yang letaknya
tidak jauh dari Pura di desa terdekat. Umat yang hadir berjalan beriringan
dengan membawa sarana-sarana upacara menuju sumber air (sungai, danau, pantai)
dengan diiringi tabuh beleganjur.
·
Di tepi sumber air itu, upacara melasti dilanjutkan dengan
prosesi pengambilan air suci untuk membersihkan sarana-sarana upacara termasuk
jempana dan barong. Dalam upacara ini dilaksanakan persembahyangan bersama.
Setelah persembahyangan bersama seluruh sarana-sarana upacara serta barong
dibawa kembali ke pura.
·
Upacara melasti kemudian dilanjutkan dengan upacara tawur
agung yang dilaksanakan di pelataran parkir Pura. Dalam upacara tawur agung ini
dihaturkan persembahan berupa caru yang ditujukan kepada para bhuta. Setelah
penghaturan caru dilakukan prosesi pengerupukan dengan membunyikan kentongan
dan membakar obor. Api dari obor dan suara dari kentongan tersebut dibawa dari
pelataran parkir mengelilingi areal Pura. Sesampainya kembali di pelataran
parkir semua sarana upacara tersebut dibakar menjadi satu.
·
Upacara pengerupukan dan tawur agung ditutup dengan
pelaksanaan kirtan Tri Murti di tempat pembakaran sarana upacara. Setelah
kirtan, umat berisitirahat sambil menunggu pesiapan persembahyangan tilem.
Persembahyangan tilem berjalan dengan khidmat dan lancar hingga usai.
B.
SARAN
Agar
budaya sakral masyarakat Hindu ini tidak hilang ditelan Zaman penulis berharap
pembaca bisa mengetahaui secara mendalam tentang budaya Melasti.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar