Selasa, 22 November 2016

TUGAS UPANISAD tentang TRADISI MASYARAKAT HINDU LOMBOK



TUGAS UPANISAD
tentang
TRADISI MASYARAKAT HINDU LOMBOK
LOGO STAHN WARNA
UPACARA MELASTI DALAM HARI RAYA NYEPI
Disusun Oleh:
Nama     : I Ketut Putu Suardana
Nim        : 101 111 18
Jurusan : Pendidikan
Semester: III (Tiga) B Pagi
KMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI GDE PUDJA
MATARAM
2011
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat asung kerta wara nugraha-Nya dan kuasa-Nya makalah: Tugas Upanisad tentang “Tradisi Masyarakat Hindu Lombok yaitu Upacara Melasti” ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Sudah tentu makalah yang kami buat ini jauh dari sempurna, untuk itu kami selaku penyusun makalah ini mohon kritik dan sarannya secara konstruktif untuk lebih sempurnanya makalah: Tugas Upanisad tentang “Tradisi Masyarakat Hindu Lombok yaitu Upacara Melasti” ini.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada pihak yang telah memberi sumbangan pemikirannya kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Selain itu terima kasih kami ucapkan kepada narasumber yang telah memberikan informasi tentang upacara melasti itu.
Sebagai akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan untuk kritik dan saran pembaca sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Om Santih Santih Santih Om.


                                                            Mataram, 20 November 2011.
                                                                             
                                                                                            Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... 1
KATA PENGANTAR........................................................................................ 2
DAFTAR ISI....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A.            LATAR BELAKANG.............................................................................. 4
B.             RUMUSAN MASALAH......................................................................... 5
C.             TUJUAN................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A.            PENGERTIAN MELASTI....................................................................... 6
B.             URUTAN, TUJUAN DAN FILOSOFIS UPACARA MELASTI DALAM HARI RAYA NYEPI MASYARAKAT LOMBOK.................................................................... 6
C.             MAKNA MELASTI BAGI MASYARAKAT LOMBOK..................... 13
BAB III PENUTUP
A.            KESIMPULAN......................................................................................... 16
B.             SARAN..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 24



BAB I
PENDAHULUAN
A.          LATAR BELAKANG
Pelaksanaan upacara Melasti dan Nyepi bukan saja dilakukan umat Hindu di Bali, namun warga yang beragama Hindu dan bermukim di Lombok dan sekitarnya juga menggelar upacara serupa. Tiga hari sebelum hari raya Nyepi warga Hindu yang sebagian besar berasal dari Bali bersama-sama melaksanakan Melasti yang biasa di lakukan di pantai Melasa desa Batu Layar kecamatan Batu Layar, Lobar, NTB.
Hari itu, umat Hindu di Lmbok berbondong-bondong ke pantai Melasa desa Batu Layar kecamatan Batu Layar, Lobar, NTB, baik tua maupun muda untuk menjalankan ritual suci upacara Melasti.
Mengapa pelaksanaan Melasti digelar di pantai, karena pantai atau laut bagi umat Hindu dianggap sebagai sumber tirta amerta kesucian dari Dewa Ruci dan Pemuteran Mandragiri. Selain itu dalam kegiatan Melasti juga dilaksanakan penyucian alat atau simbol-simbol suci umat Hindu.
Disebutkan, umat Hindu di Lombok merupakan warga transmigrasi dari Pulau Dewata. Selain Melasti ada serangkaian kegiatan lainnya seperti upacara Tawur Kesanga setelah Melasti.
Selanjutnya, umat Hindu di Lombok melaksanakan Catur Brata Penyepian atau tanpa beraktivitas selama 24 jam hingga esok harinya. Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan Sima Krama atau saling memaafkan sesama umat Hindu.
Melalui uapcara ritual melasti, diharapkan dapat meningkatkan perdamaian dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu juga meningkatkan kesejahteraan bagi warga Hindu di Lombok dan sekitarnya.
B.           RUMUSAN MASALAH
Didalam makalah ini akan dibahas berbagai hal mengenai upacaramelasti yaitu tentang:
1.            Apakah yang dimaksud melasti dalam perayaan Nyepi di Lombok?
2.            Bagaimana urutan melasti dalam upacara Nyepi?
3.            Bagaimana filosofis uacara melasti dalam pelaksanaan Nyepi?
4.            Apakah tujuan dilaksanakannya upacara melasti?
5.            Apakah makna upacara melasti bagi umat hindu di Lombok?
C.           TUJUAN
Setelah penyusunan makalah ini diharapkan pembaca bisa mengetahui dan memahami pelaksanaan upacara melasti di Lombok .


BAB II
PEMBAHASAN
A.            PENGERTIAN MELASTI
Melasti adalah berasal dari Bahasa Kawi yaitu dari kata “mala” yang artinya kotoran dan “asti” artinya abu atau lebur. Dengan demikian melasti artinya melebur kotoran. Kegiatan melasti juga disebut melelasti, melis, mesucian, mekiyis.
Melasti atau Melis, atau juga disebut Mekiyis, adalah rangkaian upacara yang diselenggarakan berkaitan dengan Hari Raya Nyepi. Berbagai benda pusaka, benda keramat, diarak menuju segara atau pantai. Benda tersebut diletakkan dalam jempana, atau rumah panggung mini. Mengikuti perkembangan jaman, kini jempana sering diletakkan di atas kereta roda, sehingga memudahkan umat untuk mengaraknya bersama.
Pelaksanaan Melasti diberbagai tempat mengikuti kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh para pemuka agama atau tokoh masyarakat Hindu. Misalnya, di Lombok Barat, Desa Batulayar, melaksanakan rangkaian upacara Melasti ini pada hari tiga hari sebelum Nyepi.
B.             URUTAN, TUJUAN DAN FILOSOFIS UPACARA MELASTI DALAM HARI RAYA NYEPI MASYARAKAT LOMBOK
Urut-urutan acara dalam menyambut Hari Raya Nyepi
1.              Tahap Pertama Melasti
Dalam Lontar Sanghyang Aji Swamandala disebutkan:
… ANGANYUTAKEN LARANING JAGAT, PAKLESA LETUHING BHUANA
Artinya:
Untuk melenyapkan penderitaan masyarakat (kotoran Bhuana Alit) dan kekotoran dunia (kotoran Bhuana Agung).
Dalam Lontar Sundarigama disebutkan pula:
… AMET SARINING AMERTA KAMANDALU RI TELENGING SAMUDRA
Artinya:
Untuk memperoleh air suci kehidupan (Sarining Bhuana) di tengah-tengah laut.
Jadi melasti bertujuan untuk: melenyapkan kekotoran dunia dan melenyapkan penderitaan manusia yang menumpuk di tahun yang lalu, serta memohon tirta amerta kamandalu, yaitu air suci kehidupan untuk tahun yang akan datang. Pelaksanaannya dengan mengusung pretima-pretima (niyasa Ida Bethara) ke laut. Di tepi laut upacara dilaksanakan dengan menghaturkan banten suci ke hadapan Sanghyang Baruna, serta mohon tirta penglukatan/ pebersihan ke hadapan Gangga Dewi untuk pretima, prelingga, jempana, bangunan suci, alat-alat upacara, serta anggota masyarakat.
Upacara melasti ini dilaksanakan dua atau tiga hari sebelum Nyepi (Sipeng)
2.              Tahap Kedua Nyejer di Pura
Sekembalinya dari melasti, pretima (niyasa Ida Bethara) di-stanakan di Pura. Di sini warga masyarakat mendapat kesempatan ngaturang ayaban serta mohon dianugerahi kesucian dan ketenteraman batin dalam menyambut Hari Raya Nyepi.
3.              Tahap Ketiga Taur Kesanga
Dilaksanakan oleh Tri Sadaka di perapatan agung. Hari itu tepat Tilem Chaitra (Kesanga). Tujuan pecaruan adalah untuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam (Trihitakarana = tiga sebab yang menjadi baik). Caru yang digunakan yaitu:
·                 Di tingkat Propinsi: Tawur Agung
·                 Di tingkat Kabupaten: Panca Kelud
·                 Di tingkat Kecamatan: Panca Sanak
·                 Di tingkat Desa: Panca Sata
·                 Di tingkat Banjar: Eka Sata
·                 Di rumah masing-masing warga:
o     Di Pamerajan menghaturkan kepada Ida Bethara peras, ajuman, daksina, ketipat kelanan, canang lenga wangi, burat wangi, bija beras kuning
o     Di natar Pamerajan menghaturkan kepada Sang Bhuta Kala segehan nasi cacah 108 tanding, ulam jejeroan mentah, segehan agung, tetabuhan arak/ berem/ tuak/ toya anyar
o     Di pintu masuk halaman rumah nanceb sanggah cucuk dengan banten daksina, jauman, peras, dandanan tumpeng ketan, sesayut, panyeneng, janganan
o     Di bawah sanggah cucuk segehan agung, segehan manca warna 9 tanding, olahan ayam brunbun, tetabuhan arak/ berem/ tuak/ arak/ air.
Setelah itu semua keluarga natab beakala, prayascita, sesayut lara melaradan, lalu melaksanakan pangerupukan.
Acara terakhir adalah ngelinggihang pretima Ida Bethara kembali ke palinggih semula (nyineb).
4.                  Tahap Keempat Sipeng atau Nyepi
Melaksanakan Catur Brata Penyepian: Amati Agni, Amati Karya, Amati Lalanguan, Amati Lelungaan.
  • Amati Agni, artinya tidak menyalakan api secara skala, dan api secara niskala, yaitu marah, nafsu sex dan pikiran kotor lainnya.
  • Amati Karya, artinya tidak melaksanakan kerja fisik agar dapat melaksanakan tapa, berata, yoga, samadi.
  • Amati Lalanguan (langu artinya indah, asyik, mempesona), artinya tidak menikmati keindahan atau sesuatu yang mengasyikkan seperti nonton TV, mendengar lagu-lagu, main judi, ceki, main catur, bergurau sambil tertawa, dll.
  • Amati Lelungaan, artinya tidak bepergian keluar rumah karena melaksanakan tapa, berata, yoga, samadi.

5.              Tahap Kelima Ngebak Geni
Keesokan harinya sejak jam 06.00 melepaskan Brata Penyepian, dan melaksanakan Dharma Shanti.
6.              Tahap Keenam Batara Turun Kabeh
Jatuh pada Purnama Kadasa, yaitu 14 hari setelah Sipeng. Pada hari ini Ida Sanghyang Widhi Wasa turun di Pura diiringi oleh segenap manifestasi Beliau sebagai Dewa-Dewi.
Ida Sanghyang Widhi Wasa turun ke Pura karena Bhuana Agung dan Bhuana Alit sudah “bersih” lalu memberkati umat manusia untuk menikmati kehidupan yang lebih baik di tahun yang akan datang.
Di saat ini warga Hindu berduyun-duyun datang ke Pura menghaturkan sembah bakti serta mohon panugerahan.
Itulah urut-urutan pelaksanaan Hari Raya Nyepi. Rangkaian itu merupakan satu kesatuan dan tidak dapat diputar balik karena makna atau tattwa-nya akan tidak mencapai sasaran.
Tanggapan Penulis:
Pandita belum menemukan sumber sastra yang menyatakan bahwa melasti dilaksanakan saat Purnama Kadasa.
Dengan berpikir bijaksana saja, sulit mencari jawaban, kenapa sudah melaksanakan berata penyepian, padahal Bhuana Agung dan Bhuana Alit masih leteh (kotor); di samping itu, di saat Bethara Turun Kabeh di Pura, mereka yang melasti tentu tidak dapat tangkil ke Pura; bagaimana? Contohnya Di Bali:
Di Desa Adat Buleleng, selama ratusan tahun dilaksanakan melelasti pada Purnama Kadasa.
Ini adalah Kuna Dresta, Desa Dresta, dan Loka Dresta. Kuna Dresta adalah kebiasaan-kebiasaan yang telah diwarisi sejak dahulu; Desa Dresta adalah kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di suatu Desa; Loka Dresta adalah kebiasaan-kebiasaan yang diyakini oleh sekelompok orang.
Dresta itu dimulai ketika Buleleng dipimpin oleh Raja I Gusti Anglurah Panji Sakti. Beliau adalah putra Dalem Seganing, raja Gelgel beribu Ni Luh Pasek, putri Ki Pasek Gobleg.
Beliau kesatria sejati dengan naluri perang dan politik ekspansi yang tinggi. Buleleng mencapai zaman keemasan karena berhasil menundukkan Blambangan, Pasuruan, Jembrana, dan Mengui.
Beliau lalu “show of force” atau pamer kekuatan ke arah selatan Bali dengan memancing kemarahan Raja Tabanan dan Badung. Caranya agak unik, yaitu merusak palinggih-palinggih di Pura Batu Karu yang disakralkan oleh Badung dan Tabanan. Untung upaya itu tidak berlanjut karena terjadi pro-kontra di kalangan pasukan “Taruna Goak”.
Akhirnya Beliau menyerang Badung, terjadi pertempuran yang dahsyat di Taensiat; dalam perang ini tidak ada yang kalah atau menang. Sementara itu Raja Gelgel, Dalem Di Made di-kup oleh I Gusti Agung Maruti.
Raja-Raja di Bali mendapat peluang untuk berdiri sendiri tidak tunduk lagi kepada Dalem di Gelgel. Kebiasaan lama menghaturkan upeti tahunan ke Gelgel terhenti.
Di masa lalu para Raja terlebih dahulu bersembahyang ke Besakih pada Purnama Kedasa, sebelum menghadap “kaisar” Raja Gelgel. Walaupun Dalem Di Made masih saudara tiri Panji Sakti, beliau tidak bereaksi apa-apa ketika kudeta itu terjadi; mungkin masih merasa dendam karena dianaktirikan dahulu.
Di saat itu Panji Sakti sangat ditakuti oleh Raja-Raja Bali, karena kesaktian dan kekuatan pasukan tempurnya yang dilengkapi gajah-gajah hasil jarahan ke Blambangan.
Jika saja beliau tidak ingat dengan ramalan Ki Panji Landung, mungkin saja Bali Selatan dikuasai beliau. Ketika itu Panji Sakti memutuskan untuk seterusnya tidak menyerahkan upeti ke Gelgel, dan juga tidak tangkil ke Besakih pada Purnama Kedasa; sebagai dalih diadakan upacara melis saat Purnama Kedasa.
Dresta sebagai peninggalan politik militer Panji Sakti seperti yang diuraikan di atas kiranya kini perlu dikaji karena tidak sesuai lagi dengan desa-kala-patra, dalam hal ini “kala” yang berarti waktu-nya sudah berbeda.
Melis sebelum Penyepian serta rangkaian upacara seperti diuraikan di atas sesuai dengan sastra Agama, logis, dan sudah dibakukan dalam Keputusan Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Tahun 1984 dan Keputusan Seminar Kesatuan Tapsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu tahun 1988, tentang Hari Raya Nyepi.
Keputusan-keputusan itu menjadi pedoman yang seharusnya ditaati oleh umat Hindu di mana pun berada, karena PHDI adalah Lembaga Tertinggi Umat Hindu.
C.             MAKNA MELASTI BAGI MASYARAKAT LOMBOK
Upacara dilaksanakan dengan melakukan sembahyangan bersama menghadap laut, seluruh peserta upacara mengenakan baju putih. Setelah upacara Melasti usai dilakukan, seluruh benda dan perlengkapan tersebut diusung ke Balai Agung Pura desa. Sebelum Ngrupuk dilakukan nyejer dan selamatan. Umat Hindu di Bali berharap mendapat kesucian diri lahir batin serta mendapatkan berkah dari Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.
Untuk menyambut Hari Raya Nyepi, pelaksaan upacara Melasti ini di bagi  berdasarkan wilayah, di Ibukota provinsi dilakukan Upacara Tawur. Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud. Di tingkat kecamatan dilakukan upacara Panca Sanak. Di tingkat desa dilakukan upacara Panca Sata. Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata. Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah).
Makna dari upacara Melasti adalah suatu proses pembersihan diri manusia, alam dan benda benda yang di anggap sakral untuk dapat suci kembali dengan melakukan sembahyang dan permohon kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), lewat perantara air kehidupan (laut, danau, sungai ), dengan jalan dihayutkan agar segala kotoran tersebut hilang dan suci kembali. Upacara ini juga bertujuan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar Umat Hindu diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi. Selain itu  Pelaksanaan Upacara Melasti ini menjadi salah satu daya tarik wisata yang saat menarik untuk disaksikan oleh wisatawan.
Pelaksanaan Ritual dan seluruh perlengkapan (pralingga atau pratima Ida Bhatara benda benda yang suci dan dianggap Sakral)harus sudah kembaliberada di bale agung selambat lambatnya menjelang sore.
Pelaksaaan upacara Melasti dilengkapi dengan berbagai sesajen sebagai simbolis Trimurti, 3 dewa dalam Agama Hindu, yaitu Wisnu, Siwa, dan Brahma. serta Jumpana singgasana Dewa Brahma.
Dalam Lontar Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala ada empat hal yang dipesankan dalam upacara Melasti:
  1. Mengingatkan agar terus meningkatkan baktinya kepada Tuhan (ngiring parwatek dewata).
  2. Peningkatan bakti itu untuk membangun kepedulian agar dengan aktif melakukan pengentasan penderitaan hidup bersama dalam masyarakat (anganyutaken laraning jagat).
  3. Membangun sikap hidup yang peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus melakukan upaya untuk menguatkan diri dengan membersihkan kekotoran rohani diri sendiri (anganyut aken papa klesa).
  4. Bersama-sama menjaga kelestarian alam ini (anganyut aken letuhan bhuwana).





BAB III
PENUTUP
A.            KESIMPULAN
Jika kita perhatikan tujuan filosofis Hari Raya Nyepi, tetap mengandung arti dan makna  yang relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan yang akan datang. Bhuta Yajña (Tawur Kesanga) mempunyai arti dan makna untuk memotivasi umat Hindu secara ritual dan spiritual agar alam senantiasa menjadi sumber kehidupan.
Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata "tawur" berarti mengembalikan atau membayar. Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam karma wasana. Perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti Tawur Kesanga bermakna memotivasi keseimbangan jiwa. Nilai inilah tampaknya yang perlu ditanamkan dalam merayakan pergantian Tahun Saka Menyimak sejarah lahirnya, dari merayakan Tahun Saka kita memperoleh suatu nilai kesadaran dan toleransi yang selalu dibutuhkan umat manusia di dunia ini, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang. Umat Hindu dalam zaman modern sekarang ini adalah seperti berenang di lautan perbedaan. Persamaan dan perbedaan merupakan kodrat.Persamaan dan perbedaan pada zaman modern ini tampak semakin eksis dan bukan merupakan sesuatu yang negatif. Persamaan dan perbedaan akan selalu positif apabila manusia dapat memberikan proporsi dengan akal dan budi yang sehat.
Brata penyepian adalah untuk umat yang telah mengkhususkan diri dalam bidang kerohanian. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai Nyepi dapat dijangkau oleh seluruh umat Hindu dalam segala tingkatannya. Karena agama diturunkan ke dunia bukan untuk satu lapisan masyarakat tertentu.
1.              Pelaksanaan Upacara Melasti
Upacara Melasti dilakukan antara dua atau tiga hari sebelum Nyepi. Pelaksanaan upacara Melasti disebutkan dalam lontar Sundarigama seperti ini: "....manusa kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata."
Di Bali dan Di Lombok umat Hindu melaksanakan upacara Melasti dengan mengusung pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya dengan hati tulus ikhlas, tertib dan hidmat menuju samudra atau mata air lainnya yang dianggap suci. Upacara dilaksanakan dengan melakukan persembahyangan bersama menghadap laut. Setelah upacara Melasti usai dilakukan, pratima dan segala perlengkapannya diusung ke Balai Agung di Pura Desa. Sebelum Ngrupuk, dilakukan nyejer dan selama itu umat melakukan persembahyangan.
Upacara Melasti ini jika diperhatikan identik dengan upacara Nagasankirtan di India. Dalam upacara Melasti, pratima yang merupakan lambang wahana Ida Bhatara, diusung keliling desa menuju laut dengan tujuan agar kesucian pratima itu dapat menyucikan desa. Sedang upacara Nagasankirtan di India, umat Hindu berkeliling desa, mengidungkan nama-nama Tuhan (Namas-maranam) untuk menyucikan desa yang dilaluinya.
Dalam rangkaian Nyepi di Lombok, upacara yang dilakukan berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut: di ibukota provinsi dilaku-kan upacara tawur. Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud. Di tingkat kecamatan dilakukan upacara Panca Sanak. Di tingkat desa dilakukan upacara Panca Sata. Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata.
Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah). Di situ umat menghaturkan segehan Panca Warna 9 tanding, segehan nasi sasah 100 tanding. Sedangkan di pintu masuk halaman rumah, dipancangkanlah sanggah cucuk (terbuat dari bambu) dan di situ umat menghaturkan banten daksina, ajuman, peras, dandanan, tumpeng ketan sesayut, penyeneng jangan-jangan serta perlengkapannya. Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelan (ketupat 6 buah), sujang berisi arak tuak. Di bawah sanggah cucuk umat menghaturkan segehan agung asoroh, segehan manca warna 9 tanding dengan olahan ayam burumbun dan tetabuhan arak, berem, tuak dan air tawar. Setelah usai menghaturkan pecaruan, semua anggota keluarga, kecuali yang belum tanggal gigi atau semasih bayi, melakukan upacara byakala prayascita dan natab sesayut pamyakala lara malaradan di halaman rumah.
2.       Makna Upacara Melasti / Mekiyis
Menurut ajaran Hindu, melasti adalah nganyudang malaning gumi ngamet Tirta Amerta atau menghanyutkan kekotoran alam menggunakan air kehidupan. Laut sebagai simbol sumber Tirtha Amertha (Dewa Ruci, Pemuteran Mandaragiri). Ritual dilaksanakan selambat - lambatnya pada tilem sore, pelelastian harus sudah selesai secara keseluruhan, dan pratima yang disucikan sudah harus berada di bale agung.
Ritual Melasti dilengkapi dengan bermacam-macam sesajen baik sesajen khas Jawa maupun Bali. Sesajen tersebut sebagai simbolisasi Trimurti, 3 dewa dalam Agama Hindu, yaitu Wisnu, Siwa, dan Brahma. Serta diarak pula simbol singgasana Dewa Brahma yaitu “Jumpana”.
Makna Upacara melasti yakni proses pembersihan lahir bathin manusia dan alam, dengan jalan menghayutkan segala kotoran menggunakan air kehidupan. Oleh karena itu prosesi sembahyang dilakukan di sumber-sumber air. Dilaksanakan selambat-lambatnya menjelang sore. Upacara ini juga bertujuan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar Umat Hindhu diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi.
3.              Tujuan Upacara Melasti
Tujuan dari upacara ini adalah untuk penyucian diri. Dalam upacara Melasti menurut Lontar Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala ada empat hal yang dipesankan dalam upacara Melasti tersebut.
  1. Pertama untuk mengingatkan umat agar meningkatkan terus baktinya kepada Tuhan (ngiring parwatek dewata).
  2. Kedua peningkatan bakti itu untuk membangun kepedulian agar dengan aktif melakukan pengentasan penderitaan hidup bersama dalam masyarakat (anganyutaken laraning jagat).
  3. Ketiga untuk membangun sikap hidup yang peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus melakukan upaya untuk menguatkan diri dengan membersihkan kekotoran rohani diri sendiri (anganyut aken papa klesa).
  4. Keempat dengan bersama-sama menjaga kelestarian alam ini (anganyut aken letuhan bhuwana).
Dengan melakukan empat hal itu barulah manusia berhak mendapatkan sari-sari kehidupan di bumi ini (amet sarining amerta ring telenging segara). Kalau eksistensi cuaca teratur sesuai dengan hukum Rta maka laut akan senantiasa berproses menciptakan mendung. Dari mendung itulah akan turun hujan. Hujan yang turun itu kalau disambut di muka bumi ini oleh ibu pertiwi dengan hutannya yang memadai maka kebutuhan air untuk berbagai keperluan hidup akan senantiasa teratur keberadaannya.
Dalam Bhagawad Gita III.14 dinyatakan bahwa air hujan itu adalah Yadnya alam kepada semua makhluk penghuni bumi ini.

4.Urutan Pelaksanaan Upacara Melasti

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEOyyp7SmA3zKRp07m9i34xs81k2BpVg4dYHsCXmvFkJ5hR2u38w41jsQWocXu0Zuy6hCWusq6xHJ9_sFppeSaXdVU-QyUVux-0WXZmWs0QOLXTgldzLbdvKa_O7SInHzvppfl_G4SrW4/s200/2.jpg

·                     Umat Hindu melaksanakan upcara melasti dan tawur agung kesanga dalam rangkaian pelaksanaan hari raya Nyepi. Upacara melasti ini diadakan tepat pada Tilem Kesanga. Melasti dan tawur agung kesanga ini bertujuan untuk memohon tirta amertha sebagai air pembersih dari Hyang Widhi sekaligus pula menghilangkan unsur-unsur bhuta yang dapat mengganggu pelaksanaan hari Nyepi.
·                     Prosesi melasti dimulai dengan persiapan iring-iringan umat serta jempana dan barong yang akan diarak menuju tempat sumber air. Sumber air yang menjadi tujuan prosesi melasti ini adalah danau atau pantai yang letaknya tidak jauh dari Pura di desa terdekat. Umat yang hadir berjalan beriringan dengan membawa sarana-sarana upacara menuju sumber air (sungai, danau, pantai) dengan diiringi tabuh beleganjur.
·                     Di tepi sumber air itu, upacara melasti dilanjutkan dengan prosesi pengambilan air suci untuk membersihkan sarana-sarana upacara termasuk jempana dan barong. Dalam upacara ini dilaksanakan persembahyangan bersama. Setelah persembahyangan bersama seluruh sarana-sarana upacara serta barong dibawa kembali ke pura.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQ8HdBjwfA5U0QUxRlmOkVpfg8GVUwr37IZHEmNUo4eWU_3_NzoY-V8CyvLm-yuAdwB4kalGJEa28OntCfpUOxTBTGtU4Ol1stuxP11k6vOukug0QI-wYF-6rlguLNyLIzKeZplAM_FdU/s400/4.jpg
·                 Upacara melasti kemudian dilanjutkan dengan upacara tawur agung yang dilaksanakan di pelataran parkir Pura. Dalam upacara tawur agung ini dihaturkan persembahan berupa caru yang ditujukan kepada para bhuta. Setelah penghaturan caru dilakukan prosesi pengerupukan dengan membunyikan kentongan dan membakar obor. Api dari obor dan suara dari kentongan tersebut dibawa dari pelataran parkir mengelilingi areal Pura. Sesampainya kembali di pelataran parkir semua sarana upacara tersebut dibakar menjadi satu.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfzlooY-ASI4nbV-UKOe4rZI4oa8K-uDLk2Zu96Ed5rNXOBq21Hv1cEVt8Uw9n0FtYGjQsABoX8hihXMnewkRdA3fmdj-LNGgLDUPs71o1NgLMEZP7lf-s0rCRm5Xog0LlSv48wrBVjYg/s320/3.jpg
·                 Upacara pengerupukan dan tawur agung ditutup dengan pelaksanaan kirtan Tri Murti di tempat pembakaran sarana upacara. Setelah kirtan, umat berisitirahat sambil menunggu pesiapan persembahyangan tilem. Persembahyangan tilem berjalan dengan khidmat dan lancar hingga usai.
B.             SARAN
Agar budaya sakral masyarakat Hindu ini tidak hilang ditelan Zaman penulis berharap pembaca bisa mengetahaui secara mendalam tentang budaya Melasti.



DAFTAR PUSTAKA

5.              http://www.babadbali.com/index.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar