MAKALAH TATA SUSILA
AJARAN ETIKA DALAM KITAB
SUCI
BHAGAWADGITA
OLEH
1. I KETUT PUTU SUARDANA{IIB}/ 101 111
18
2. NI PUTU DEWI UTAMI{IIA}/ 101 111 51
3. I GEDE KRISNA ARSANA{IIB}/ 101 111
52
4. DESAK KOMANG ARI SWANDENI{IIA}/ 101
111 45
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI GDE PUDJA MATARAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI GDE PUDJA MATARAM
2011
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu.
Atas pancaran sinar suci
serta limpahan wara nugraha Ida Sanghyang Widhi Wasa, kami telah dapat
merampungkan penyusunan makalah “Ajaran
Etika dalam Kitab Suci Bhagawadgita”.
Kami
sangat menyadari penyusunan makalah ini sangat jauh dari sempurna, karena
kemampuan dan daya analisis yang belum begitu mapan, disamping itu juga
disebabkan bahan acuan baik dari manuskrip kuna, manuskrip-manuskrip yang lain
sebagai bahan penunjang sangat langka ditemukan, yang kiranya mampu memberikan
gambaran, pandangan dan pengertian secara umum tentang Ajaran Etika dalam Kitab
Suci Bhagawadgita untuk dapat digunakan sebagai pedoman dharma kita selaku umat
Hindu yang senantiasa menjungjung tinggi nilai-nilai agama.
Sehubungan
dengan hal tersebut, kami mohon kepada pembaca tegur sapanya, demi
penyempurnaan penyusunan Puranan ini dekemudian hari.
Om.
Cantih, Cantih, Cantih, Om.
Mataram,26
April 2011
Penyusun
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………... i
Kata Pengantar……………………………………………………………... ii
Daftar isi……………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
1.2.Rumusan masalah………………………………………………… 2
1.3.Tujuan……………………………………………..……………….. 2
1.4.Manfaat………………………………………………………….... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Susunan Dan Isi Kitab
Bhagawadgita ………………………………... 4
2.2. Kecenderungan
Kecenderungan Sifat Manusia Menurut Kitab
Suci Bhagawadgita………..………………………….………………... 4
2.3. Pengendalian Diri Dan Tindakan Etika Etis………….……………….. 7
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan………………………………………………………...….. 14
3.2.
Saran…………………………………………………………............... 14
DARTAR PUSTAKA………………………………………….…………. 15
LAMPIRAN
Tanggapan…………………………………………………………………...16
Pertanyaan…………………………………………………………………...17
Jawaban……………………………………………………………………...18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Awatara Krisna mengajarkan Gita hanya kepada Arjuna dan
tidak mengajarkanya kepada Guru Besar Bhisma sebagai ketuturunan langsung bangsa
Kuru dengan alasan sebagai berikut :
Bhisma mengetahui kebenaran ada di pihak pandawa dan
bahkan ia sendiri menyatakan di depan umum, justru ia berada di pihak kurawa
dan memimpin pasukan. tidak ada keselarasan antara pikiran, perkataan dan
perbuatan, yang cendrung merupakan suatu kemunafikan. Bhisma hanya memiliki paschathapa dan tidak purwathapa yaitu menyesal setelah
kejadian, ia kurang visioner dan
terlalu terbelenggu oleh kesalahan masa lalu. Arjuna sendiri adalah sosok yang
cocok untuk menerima pengetahuan tentang jiwa sebab ia telah mencapai purwatapa (dialog Bh.G. oleh Made Aripta
Wibawa).
Arjuna adalah orang biasa namun ia memenuhi persyaratan
istimewa yaitu menjadi bhakta (bhakto si me sakha ceti) engkau adalah
penyembahku dan kawanku) dan Arjuna tahu bahwa Krisna adalah keperibadian tuhan
oleh karena itu Arjuna selalu berserah diri kepada Krisna.
Sri Bhagawan berkata yoga yang langgeng abadi ini aku
turunkan mengajarkan kepada Wiwaswan (wujud dewa matahari) Wiwaswan mengajarkan
kepada Manu, Manu megajarkan kepada Ikswaku (leluhur bgs yadu) (Bh.G. IV.1) +
400 juta tahun yang lalu.
Demikian ajaran suci ini diajarkan secara turun temurun
melalui garis perguruan rohani. Namun dalam jangka waktu yang cukup panjang
garis perguruan itu terputus yg menyebabkan ajaran yang asli hilang. Umat
manusia tidak punya tuntunan dalam menjalani hidupnya sehingga terjadi
kekacauan kehidupan yang menyeluruh. Saat itulah wisnu turun ke dunia sebagai
awatara krisna ditengah-tengah kekacauan perang saudara di kerajaan astina,
sekitar 5000 tahun yang lalu. Dijelaskan bahwa ajaran bhagawadgita ini bukan
ajaran baru melainkan ajaran abadi yang telah pernah diajarkan 400 juta tahun
yal.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1.
Bagaimana Susunan Dan Isi Kitab Bhagawadgita?
1.2.2.
Apa Kecenderungan Kecenderungan Sifat Manusia Menurut
Kitab Suci Bhagawadgita?
1.2.3.
Bagaimana Pengendalian Diri Dan Tindakan
Etika Etis?
1.3.Tujuan
1.3.1.
Untuk Mengetahui Susunan Dan Isi Kitab Bhagawadgita
1.3.2.
Untuk Mengetahui Kecenderungan Kecenderungan Sifat Manusia Menurut
Kitab Suci Bhagawadgita
1.3.3.
Untuk Mengetahui Pengendalian Diri Dan Tindakan
Etika Eti
1.4.Manfaat
Dalam pembuatan makalah ini agar kita dapat mengetahui
etika dalam ajaran kitab suci Bagawadgita dan cara menerapkan etika dalam
kehidupan kita sehari-hari dan kita sebagai umat hindu yang baik dan berbudiman
harus mengetahui apa yang harus kita lakukan dan apa yang kita harus jauhkan
dalam hidup kita.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Susunan Dan Isi Kitab Bhagawadgita
Kitab suci Bhagawdgita terdiri dari
700 sloka dalam 18 Bab yang secara garis besar terbagi menjadi tiga bagian
yaitu :
- Bagian Pertama, Bab I sampai Bab VI melukiskan disiplin kerja tanpa mengharapkan buah hasilnya dan sifat jiwa yang ada dalam badan kita ini.
- Bagian Yang Kedua Bab VII sampai Bab XII mengutarakan disiplin ilmu pengetahuan dan kebaktian kepada Brahman.
- Bagian Ketiga, Bab XIII sampai Bab XVII menguraikan kesimpulan dari pada kedua bagian yang terdahulu dengan disertai disiplin pengambdian seluruh jiwa raga dan kegiatan kerja untuk dipersembahkan kepada Brahman yang kekal abadi.
Keseluruhan isi kitab suci Bhagawabgita
ini adalah merupakan bagian dari pada Bhismaparwa
yaitu buku VI epos besar Maha Bhrata, yang merupakan kitab suci Weda yang ke V
setelah Rigweda, Samaweda, Yayureda Dan Atharwaweda, yakni Bab XI – Bab XXIII.
2.2.Kecenderungan Kecenderungan Sifat
Manusia Menurut Kitab Suci Bhagawadgita
Bhagawadgita menerima ajaran tri guna
yaitu satwam, rajas, dan tamas seperti samkya sebagai unsur unsur kecenderungan
sifat sifat manusia. Demikian diterangkan bahwa satwam adalah sifat kebajikan,
rajas adalah sifat kerakusan dan tamas adalah sifat malas.
Seperti dijelaskan dalam Bhagawadgita Bab XIV
sloka 17 sebagai berikut :
Sattva samjayate jnanam,
rajaso lobha eva ca,
pramadamohau tamaso
bhavato jnanam eva ca.
Terjemahannya :
Dari sattva timbullah kebajikan,
dari rajas timbullah
kerkausan,
dari tamas timbullah kemalasan,
juga kekacauan dan kebodohan.
Perilaku seseorang ditentukan oleh dua
hal yaitu : faktor pembawaan yang merupakan karakter atau guna seseorang yang
dibawa sejak lahir. Guna atau karakter dari kehidupan yang lampau dibawa juga
jika seseorang bereinkarnasi atau lahir ke dunia. Jika waktu hidupnya yang
lampau dia bekas seorang pencuri ulung, maka setelah lahir ke dunia, bila dapat
kesempatan mencuri tentu dia akan lakukan karena dia tidak bisa menahan
dorongan guna yang ada pada dirinya.
Pengaruh yang kedua menentukan tingkah
laku seseorang adalah faktor lingkungan termasuk pendidikan, budaya dan
pengalaman yang dialami sesudah lahir. Dari guna inilah munculnya kecenderungan
kecenderungan perilaku seseorang akan ditentukan oleh intensitas pengaruh salah
satu dari tri guna itu. Bila sifat satwam yang menguasai pikiran seseorang maka
orang itu akan menjadi pribadi yang bijaksana, mengetahui tentang benar dan
salah, hormat dan sopan, lurus hati dan kasih sayang, suka membantu orang
menderita setia dan bakti, serta tidak mementingkan diri sendiri.
Bila guna rajah yang menguasai pikiran
seseorang, maka pribadinya akan memiliki karakter yang keras, suka mengagung
agungkan diri sendiri, kurang belas kasihan, pemarah, angkuh, egois, loba,
bengis, kata katanya menyakitkan hati. Sedangkan jika guna tamas yang menguasai
pikiran, orang itu akan menjadi pemalas, pengotor, suka makan, suka tidur,
dungu, besar birahinya, iri hati.
Dari uraian diatas jelas bahwa sattwam
mempunyai sifat tenang, rajas mempunyai sifat dinamis, dan tamas mempunyai
sifat malas.
Ketiga guna inilah yang menyebabkan
manusia mempunyai keinginan, dan dari keinginan inilah maka timbul gerak. Orang
yang tidak memiliki ketiga guna ini sam dengan batu, tidak akan punya aktivitas.
Dalam Tatwa Jnana 10 disebutkan, bila Sattwam bertemu dengan Rajah terang
bercahaya pikirannya, itulah yang mengantarkan atman bisa mencapai sorga. Dan
sifat sifat tersebut akan terlaksana dalam bentuk Tri Kaya Parisudha yaitu Manacika
Parisudha (berpikir yang baik), Wacika Parisudha (berkata yang baik), dan Kayika
Parisudha (berbuat yang baik). Jadi Tri Guna merupakan motor penggerak dari
pikiran sehingga sangat berguna selama kita hidup.
2.3 Pengendalian
Diri Dan Tindakan Etika Etis
Didalam ajaran Bhagawadgita diuraikan
petunjuk petunjuk yang dapat dijadikan pedoman hidup bermasyarakat. Ajarannya
dimulai dari penderitaan yang dialami oleh arjuna karena didalam melaksanakan
tugas (Dharma), ia merasakan adanya pertentangan bhatin antara tugas dan
kewajiban dengan ajaran agama yang ia yakini dan telah diikuti pula oleh
masyarakat pada umumnya.
Di dalam melakukan tugas itu, ia
melihat adanya pertentangan antara tugas kewajiban dengan Dharma, antara Karma dan
Dharma.
Kesedihan atau penderitaan itu dirasakan karena
“keragu raguan” dan keragu raguan timbul adalah karena kekeliruan dan kurangnya
pengetahuan kita.ini disebut Awidya dan awidya menyebabkan Samsara.
Untuk itu orang harus melenyapkan
kekurangan ilmu pengetahuan itu dengan belajar dan mempelejari secara benar
tentang hakikat hidup itu sendiri. Oleh karena itu ada hal hal yang perlu
diketahui sebelum kita berbuat. Menurut ajaran agam Hindu, setiap perbuatan
atau karma pasti akan menimbulkan akibat. Tiada seorang pun dapat meniadakan
akibat itu. Berbuat atau tidak berbuat, benar maupun salah semuanya menimbulkan
akibat. Karena itu kita harus berani dan tabah dalam setiap berbuat. Yang
penting setiap tantangan hidup itu harus dihadapi dan diatasi dengan penuh
keyakinan. Yakin dan percaya akan bertambah kuat apabila didasari perbuatan itu
dasar itikad yang baik, dengan dasar kejujuran dan ketetapan. Semuanya itu akan
dapat dilaksanakan apabila kita bijaksana, terutama dalam mempertimbangkan atas
dasar budhi (akal), perasaan (rasa), pikiran (manah), tujuan untuk kebahagiaan
hidup.
Panca indera kita sesungguhnya adalah
ibarat kuda yang menarik kereta badan manusia ini. Kita akan terombang ambing
apabila kita tidak cepat cepat sadar serta mengendalikan panca indera itu
dengan perasaan dan penuh kesadaran. Mengatasi hanya didasarkan pada akal
(budhi) semata mata tidaklah ada manfaatnya melainkan harus diikuti dengan
perasaan , ibarat kita memindahkan perasaan orang lain kedalam perasaan kita
sendiri.
Usaha untuk dapat lepas dari sifat
sifat yang tidak baik ialah dengan jalan menguasai diri sendiri. Dalam hubungan
ini Bhagawadgita berulang kali menyebutkan agar orang dapat menguasai
indrianya, karena indria yang menghubungkan manusia dengan dunia ini, dunia objek kesenangan. Dengan indrianya maka
keinginan yang timbul dari dirinya itu dapat diarahkan kepada tujuan tujuan
yang baik yang membawa keselamatan kepada dirinya sendiri.
Adapun metode untuk menguasai indria, Bhagawadgita
mengikuti praktek ajaran Yoga, indria harus ditarik dari objek objek keinginan
seperti kura kura menarik semua anggota badannya kedalam dirinya.
Sloka 58 Bhagawadgita mengatakan :
Yada samharate cayam,
kurno nggani va sarvasah,
indriayani ndriyarthebhyah,
tasya prajna prastisthita.
Terjemahannnya :
Ia yang dapat menarik indrianya dari objek keinginan
dengan sempurna, sebagai kura kura yang menarik
seluruh anggota badannya kedalam dirinya, itulah
orang
bijaksana.
Menurut uaraian diatas tampaklah bahwa
benda benda duniawi inilah yang
mengguncang guncangkan hati manusia yang menjauhkan dari ketenangan, kedamaian,
dan kebahagiaan. Karena itu orang diharuskan dapat mengendalikan indria kedalam
ikatannya dengan benda benda duniawi ini, sehingga kebijaksanaan tetap dapat
menjadi pelita penerang jiwa.
Bila seseorang selalu memikirkan benda
benda duniawi, ia akan terikat kepadanya. Dari ikatan muncul keinginan, dari
keinginan muncul kemarahan, dari kemarahan muncul kebingungan, dari kebingungan
hilang ingatan, hilang ingatan hancur pikiran, hancurnya pikiran membawa
kemusnahan. Akan tetapi ia yang dapat mengendalikan pikirannya di tengah tengah
benda benda duniawi dengan menguasai indrianya, bebas dari ikatan dan perasaan
enggan, ia akan dapat mencapai ketenangan.
Apabila terus terikat dengan keterikatan
yang muncul akibat adanya hubungan rohani dan jasmani, maka akan timbul
keinginan terus menerus atau kencanduan dan ini berbahaya. Bila keinginan tidak
terkendalikan dan apabila ada hambatan, ini pasti akan menyebabkan timbul
kemarahan maupun rasa benci dan iri hati. Rasa amarah atau akrodha adalah
permulaan timbulnya penderitaan tidak saja terhadap dirinya sendiri, tetapi juga kepada orang
lain. Mereka tidak lagi mampu mengendalikan pikirannya dan berakhir pada
kekeliruan, ketidakpercayaan, benci dan lain lainya.
Aspek tersebut merupakan salah satu
dari “Sad Ripu” enam musuh yang harus ditundukkan manusia. Dinamakan musuh
karena apabila manusia ingin bahagia, damai dan selamat, pertama tama ia
memerangi dirinya, karena musuh terbesar ada pada diri kita sendiri. Bila kita
dapat menundukkan musuh yang ada pada diri kita sendiri, maka selamatlah kita.
Oleh karena itu kebajikan harus dibangkitkan dari dalam diri untuk perdamaian
dan kedamaian.
Adapun keenam musuh itu adalah Karma,
Kroda, Lobha, Mada, Moha, dan Matsarya. Biasanya konflik sosial adalah karena
salah satu mau memaksakan keinginannya dan keinginan itu adalah dipengaruhi
oleh Sad Ripu itu. Sad Ripu menjerat indrianya kita kepada nafsu untuk memenuhi
dan menuruti keinginan itu dan akibatnya timbullah pertentangan. Pengaruh tidak
terkendalinya Sad Ripu dapat memberikan dampak yang cepat atau lambat pasti
terjadi. Sebagai contohnya didalam kitab Itihasa dan Purana disebutkan misalnya
Raja Rahwana dari Alengkapura, serta Aila, Ajabindu dan Janamejaya yang karena
marahnya terhadap Brahmana mengalami kehancuran.
Pengendalian
Panca Indria, baik jnanendriya maupun karmendriya akan dapat menundukkan Sad
Ripu itu. Untuk melaksanakan tugas itu kita memerlukan kebajikan, kesadaran dan
kemauan yang sungguh sungguh. Dengan bergaul kepada orang tua, memperhatikan nasehatnya,
menimba sebanyak banyaknya pengetahuan dari mereka, dengan melakukan brata guru
bhakti bersahabat dan bergaul dengan orang orang yang baik, dengan orang orang
suci, orang orang terpandang dalam masyarakat dan selalu memelihara displin
yang taat, seseorang akan dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan mencapai
kemajuan.
Selain
itu bagian yang terpenting di dalam Bhagawadgita adalah ajaran Karma Yoga atau
ajaran tentang hakikat karma. Untuk memahami arti karma itu, ada dua dasar yang
harus diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam menentukan baik buruknya Karma
itu. Kedua dasar yang merupakan landasan itu adalah Jnana Marga dan Karma Yoga.
Dari kedua dasar itu melahirkan dua jalan yaitu Jnana Marga yang dibahas
didalam kitab Upanisad dan Araniyaka, sedangkan jalan kedua adalah Karma Marga
Yoga yang banyak dibahas didalam kitab Brahmana dan Dharmasastra.
Kedua
jalan itu memberikan bimbingan kepada manusia dalam kehidupan ini, terutama
dalam rangka meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Karma Yoga adalah jalan
yang dipedomani oleh setiap orang yang ingin mencapai kebahagiaan lahir dan
bathin didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Seperti disebutkan dalam
Buku Bhagawadgita Bab V Sloka 12 adalah :
Yuktah karmaphalam tyaktva
Santim apnoti saishechikim
Ayuktah kemakarena
Phale sakto nibhadyate
Terjemahannya :
Seorang yogi yang
mananggalkan pahala akhirnya mencapai
kedamaian abadi, tetapi
yang tidak bersatu dengan atman
diperbudak oleh nafsu
dan belenggu kerja.
Kedamaian abadi adalah merupakan
tingkatan kesempurnaanyang dicapai dengan jalan berangsur angsur, yang mula
mula tumbuh dari pertama kebersihan hati, kedua mencapai ilmu pengetahuan,
ketiga melepaskan segala hawa nafsu dan keinginan keinginan pribadi dan keempat
keseimbangan dalam melaksanakan bhakti.
Bila kita ingin mencapai kesempurnaan
dan mengadakan perbaikan pada masyarakat ini, kita harus benar benar menyadari
hukum karma itu. Keberhasilan dan kesempurnaan, kemajuan dan kebaikan, semuanya
akan bisa terjadi apabila kita berkarma. Kita harus bekerja, sebaliknya apabila
kita tidak berbuat kebajikan, maka tidak akan ada apa apa yang dapat
diharapkan, jadi kita berpangku tangan saja, duduk melamun dan hanya berpikir,
berharap akan menjadi baik. Orang seperti itu adalah orang yang tergolong
berpura pura. Ia membahagiakan dirinya sendiri dan akhirnya ia akan menjadi
korban karena ulahnya. Karena itu didalam kitab Bhagawadgita kita diminta agar
menjadi orang yang benar benar berusaha bekerja untuk mencapai tujuan. Dalam
buku Bhagwadgita Bab XVIII Sloka 48 dikatakan :
Sahajam
karma kaunteya,
sadosam api na tyajet,
sarvarambha hi dosena,
dhumena gnir iva vrtah.
Terjemahannya :
Orang hendaknya jangan melepaskan pekerjaan
yang
sesuai dengan diri. Oh,
Arjuna meskipun ada kurangnya,
karena semua usaha
diselimuti oleh kekurangan-
kekurangan seperti api oleh asap.
Hanya dengan bekerja, Prabu Janaka dan
lain lainnya mendapat kesempurnaan. Jadi kita pun wajib jug melakukan pekerjaan
dengan pandangan untuk pemeliharaan dunia. Demikianlah ajaran etis dan
pengendalian diri yang diajarkan oleh kitab Bhagawadgita yang hendaknya dapat
dijadikan pedoman bertingkah laku dalam mengarungi hidup di dunia ini.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembuatan makalah ini dapat kami simpulkan bahwa
dalam ajaran kitab suci Bhagawadgita banyak hal yang perlu kita harus pelajari
demi kebaikan di dunia ini dan akan menimbulkan keharmonisan. Di dalam kitab
suci Bhagawadgita terdapat tiga bagian yaitu bagian pertama melukiskan disiplin kerja tanpa mengharapkan buah
hasilnya dan sifat jiwa yang ada dalam badan kita ini,
bagian Yang Kedua mengutarakan
disiplin ilmu pengetahuan dan kebaktian kepada Brahman,
bagian Ketiga, menguraikan kesimpulan
dari pada kedua bagian yang terdahulu dengan disertai disiplin pengambdian
seluruh jiwa raga dan kegiatan kerja untuk dipersembahkan kepada Brahman yang
kekal abadi. Dan dalam kitab suci Bhagawadgita di
ajarkan kita beretika yang baik, kecendrungan sikap manusia yang bersikap baik
dan tindakan apa yang harus dilakukan manusia agar berbuat baik.
3.2. Saran
Saran yang dapat kami
sampaikan dari pembuatan makalah ini terurama dari para pembaca, masih banyak
kekurangan-kekurangan dalam pembuatan makalah ini, untuk itu kami sangat
mengharapkan masukan dan saran dari pembaca guna untuk perbaikan lebih lanjut
dari makalah ini dan semoga makalah ini berguna bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Pudja Gde, Bhagawadgita,
Maya Sari Jakarta.1984.
Raka Mas Gde A. A, Moksa Universalitas dan Pluralitas
Bhagawadgita (Sebuah Study dan Analisa), Paramita Surabaya,2007.
Sudharta Tjok Rai, Ajaran Moral Dalam Bhagawadgita, Paramita, Surabaya.2007.
Sudharta Tjok Rai, Ajaran Moral Dalam Bhagawadgita, Paramita, Surabaya.2007.
Aripta Wibawa
Made, Dialog Bhagawdgita, Pt Empat
Warna Komunikasi Denpasar.2006.
Maharta Nengah , Beberapa Mantram Bhagawad Gita, Bandar Lampung.2007.
Maharta Nengah , Beberapa Mantram Bhagawad Gita, Bandar Lampung.2007.
http://www.google.co.id
,30 April 2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Bhagawadgita, 26 April 2011
http://www.parisada.org,
3 April 2011
http://zona.uimadura.ac.id, 26 April 2011
http://pawata.blogspot.com/ 30 April 2011
LAMPIRAN
Tanggapan
Dari pembahasan yang pertama di atas saya terkesan
dengan Bagian pertama dan Bagian ke dua dari Kitab Suci Bagawadgita di mana
pada bagian pertama itu berisi disiplin kerja tanpa mengharapkan buah hasilnya
dan bagian kedua yang isinya disiplin ilmu pengetahuan dan kebaktian kepada
Brahman. Tetapi dalam kehidupan nyata seperti sekarang ini banyak manusia yang
bekerja mengharapkan imbalan terhadap apa yang telah dilakukannya atau dengan
kata lain pamrih dan yang kedua yaitu sekarang ini banyak para brahmacari yang
tidak displin dalam menuntut ilmu,sperti dengan halnya melakukan hubungan seks
bebas di luar nikah semasih brahmacari. Dari itu maka kita sekarang ini harus
belajar dengan baik-baik dan disiplin dalam menuntut ilmu dan dalam berbuat itu
jangan hanya ingin pujian atau hasil atau nilai yang akan ada.
Pembahasan yang kedua itu apa yang dipaparkan itu sangat
benar dengan adanya sekarang ini, tetapi di zaman kaliuga seperti sekarang ini
banyak orang atau manusia tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya, bahkan orang
tersebut yang dikendaliklan oleh hawa nafsunya itu sendiri, seperti contohnya
dalam kehidupan nyata atau dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai adanya
suatu korupsi di suatu lembaga atau suatu instansi. Orang yang korupsi
merupakan orang yang dikendalikan oleh hawa nafsunya sendiri, dan masih banyak
contoh kasus yan g terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dan di zaman seperti
ini banyak orang yang dikuasai oleh rajas dan tamas, tentu saja orang-orang
yang seperti ini akan mengalami kemusnahan dari kehidupan, dalam kehidupan
sehari-hari juga banyak dijump[ai, orang seperti ini hanya brmalas-malasan dan
cenderung akan berbuat dosa seperti mencuri, pemerkosaan, judi, dan masih
banyak hal yang lainnya dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Dari pembahasan yang ketiga yaitu Pengendalian Diri Dan Tindakan
Etika Etis
tentang tanggapan kami terhadap semuanya itu merupakan benar adanya, kita hidup
di zaman yang globalisasi ini harus pinter-pinter mengendalikan diri kita dan
berbuat yang sesuai dengan etika, kalau tidak dapat mengendalikan diri kita
sendiri maka siapa yang harus mengendalikan diri kita sendiri, niscaya jurang
kehancuran akan di depan mata kita.
Pertanyaan
- Bagaimana cara kita sebagai calon guru atau calon pendidik menerapkan ajaran etika yang terkandung dalam kitab suci Bhagawadgita?
- Mengapa manusia di zaman sekarang ini banyak dikuasai oleh rajas dan tamas? Bagaimana cara mengatasi hal tersebut?
- Mengapa manusia sekarang ini kalu bekerja sangat mengharapkan buah hasilnya sedangkan yang tertera pada kitam suci Bhagawadgita sangat bertolak belakang dengan knyataan ini?
- Apa yang harus dilakukan manusia jika tidak memiliki tri guna?
- Mengapa perbuatan baik di dunia seperti sekarang ini cenderung mengalami kekalahan dengan perbuatan jahat?
Jawaban
- Cara kita sebagai calon guru menerapkan ajaran etika adalah dengan menjalankan semua ajaran etika dalam ajaran etika bagawadgita dalam kehidupan sehari-hari, kita sebagai calon pendidik harus sebagai toladan atau contoh yang baik nantinya, dalam istilahnya guru patut digugu dan ditiru, jangan sampai guru itu berbuat yang tidak sesuai dengan etika, jadi nanti perbuatan kita yang tidak baik itu akan ditiru dan digugu, sudah di jelaskan dalam kitab suci ajaran bagawadgita tersebut kita harus bisa menguasai salah satunya dari triguna itu yaitu satwam, kalau satwam yang menguasai dalam diri kita, tentu saja kita itu akan menjadi pribadi yang bijaksana, mengetahui tentang benar dan salah, hormat dan sopan, lurus hati dan kasih sayang, suka membantu orang menderita setia dan bakti, serta tidak mementingkan diri sendiri.
- Manusia atau orang dizaman sekarang lebih banyak di kuasi oleh rajas dan tamas karena kita ingat bahwa sekarang ini merupakan zaman kaliuga, di mana zaman kaliuga tersebut dunia ini seakan-akan terbalik, kebenaran akan menjadi musnah, hawa nafsu manusia yang negative akan membludak, dan masih banyak yang lainya. Cara mengatasi hal tersebut adalah dengan mempelajari ajaran agama yang lebih, mengajarkan dan menyadarkan orang tersebut dengan ajaran etika.
- Hal itu terjadi dengan tuntutan di zaman seperti sekarang ini, kebutuhan manusia yang kian hari semakin meningkat, Zaman globalisasi yang modern sehingga harus mengikuti perkembangan tersebut, dulu sama sekarang sangat berbeda! Sekarang seperti yang dibilang orang kaya akan menjadi lebih kaya dan orang miskin akan menjadi lebih miskin, oleh karena itu manusia sekarang berlomba-lomba untuk mendapatkan buah hasil dari karyanya, Maka dari itu sekarang harus banyak belajar mengembalikan keadaan seperti dulu lagi. Mengendalikan emosi dan hawa nafsu yang kita miliki melalui mengendalikan sad ripu.
- Orang yang tidak memiliki tri guna ini sama dengan batu, tidak akan punya aktivitas. Karena Tri Guna merupakan motor penggerak dari pikiran sehingga sangat berguna selama kita hidup. Dan juga dari Tri Guna manusia akan berlaksana menjadi Tri Kaya Parisuda yaitu manacika, wacika, dan manacika. Apalah arti manusia bila tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Jadi tri guna sangatlah penting dalam hidup ini.
- Karena di dalam hidup ini seperti yang diketahui bahwa sekarang di zaman kaliuga dharma itu akan mengalami kekalahan oleh adharma, semua akan terbalik, sudah memang kodrat seperti kini, kita hanya tidak bisa berbuat banyak selain berbuat kebaikan di dunia ini agar kebenaran itu mengalami kemenangan, seperti sebagai contoh dalam orang korupsi yang mempunyai uang banyak dengan mudah manipulasi dengan uang, sehingga dya yang melakukan korupsi tidak menjadi kena hukuman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar