Minggu, 29 September 2019

Kebablasan Dalam Mengengembangkan Pasraman


Kebablasan Dalam Mengengembangkan Pasraman
Oleh :
I Ketut Putu Suardana

Regulasi dan Realitas Pasraman
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lebih tegas pada Pasal 30 Ayat 1-4, menyatakan bahwa (i) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (ii) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama; (iii) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal; (iv) pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.
Selain pasal di atas, dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Dasar hukum ini menjadi salah satu landasan bagi umat beragama dalam melaksanakan pendidikan keagamaan di Indonesia. Khusus agama Hindu, pendidikan keagamaan dilaksanakan dalam bentuk pasraman. Pasraman adalah lembaga pendidikan keagamaan Hindu yang bertujuan menguatkan karakter siswanya yang yang berdasarkan Veda.
Relevan dengan undang-undang tersebut, pendirian pasraman di Indonesia juga tidak terlepas dari Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 56 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Hindu. Dalam Pasal 1 Ayat 1 PMA ini dijelaskan bahwa pendidikan keagamaan Hindu adalah jalur pendidikan formal dan nonformal dalam wadah Pasraman. Pasraman formal adalah jalur pendidikan pasraman yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sedangkan pasraman nonformal adalah jalur pendidikan di luar pasraman formal yang dilaksanakan secara terstruktur.
Dalam peraturan ini secara tegas mengklasifikasikan pasraman sebagai sebuah wadah pendidikan yang bertujuan menanamkan kepada Brahmacari untuk memiliki Sradha dan Bhakti kepada Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) serta mengembangkan kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan Brahmacari untuk menjadi ahli ilmu agama Hindu dan memiliki ilmu pengetahuan, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap pemahaman Weda.
Lebih tegas dijelaskan tentang pendirian pasraman formal dan pasraman nonformal diatur dalam Keputusan Dirjen Bimas Hindu. Pendirian pasraman formal sendiri diatur dalam SK Dirjen Bimas Hindu Nomor: DJ.V/4/2015 tentang Pedoman Pendirian Pasraman Formal. Sedangkan pasraman nonformal  diatur dalam SK Dirjen Bimas Hindu Nomor: DJ.V/20/SK/ 2015 tentang Pendirian Pasraman Non Formal. Selain tertuang dalam SK tersebut, pengembangan pasraman tertuang pula dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Tahun 2015 - 2019. Dalam rencana tersebut dijelaskan bahwa dalam pentingnya peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan Hindu.
Peningkatan-peningkatan yang dimaksud di atas, yaitu meningkatnya kualitas pendidikan agama dan keagaman Hindu Tingkat Usia Dini, Dasar dan Menengah yang ditandai antara lain dengan: (a) Jumlah Satuan Pendidikan Keagamaan yang memiliki SNP; (b) Jumlah satuan Pendidikan Keagamaan Hindu tingkat Adi, Madyama dan Utama Widya Pasraman yang melaksanakan kurikulum (mata pelajaran agama dan umum) yang berlaku; (c) Jumlah satuan Pendidikan Agama Hindu yang melaksanakan kurikulum yang berlaku; (d) Jumlah Sekolah Minggu yang dibina; serta (e) Fasilitasi event pendidikan Agama dan Keagamaan Hindu.
Mengacu pada rencana strategis tersebut dapat dipahami tentang pentingnya pasraman untuk dikembangkan sebagai sebuah wadah pendidikan keagamaan Hindu tanpa terkecuali pada era revolusi industri 4.0 saat ini. Pasraman tidak hanya menjadi sebuah lembaga yang terbatas pada pelaksanaan pendidikan dalam bentuk nonformal. Tetapi lebih luas pasraman adalah sebuah lembaga formal yang dapat dioperasikan secara berjenjang.
Bagi kaum melenial yang tidak terlepas dari aktifitas digitalisasi maka pasraman adalah salah satu peluang baru yang dapat dikembangkan. Kaum melenial yang berada pada tataran terdidik menjadikan pasraman menjadi salah satu opsi yang dapat terus dikembangkan pada era digital saat ini. Pengembangan pasraman secara khusus banyak ditemukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Melihat pentingnya pasraman untuk dikembangkan pada era digitalisasi saat ini, maka perlu pula memerhatikan dan mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dapat menghambat pengembangan pasraman tersebut.

Masifnya pembentukan pasraman dapat berimplikasi negatif terhadap keberlangsungan pasraman yang ada!
Dari berbagai temuan, para pemangku kebijakan terus berupaya menggaungkan agar pasraman dapat dikembangkan dalam berbagai daerah termasuk di NTB. Sosialisasi terus dilakukan oleh berbagai pihak yang berharap terus berkembangnya pasraman. Salah satu bentuk konkretnya adalah pembentukan pasraman pada setiap lingkungan atau dusun. Hal ini memang sangat baik untuk menunjukkan eksistensi pasraman di masyarakat. Namun kontras terhadap itu, ketika disetiap dusun, desa bahkan RT sama-sama membentuk pasraman, maka dapat berimplikasi terhadap keberlangsungan pasraman yang ada.
Ketika setiap lingkungan yang memiliki banjar bahkan yang sekedar ada umat Hindunya membangun pasraman, bagaimana dengan keberlangsungannya. Pasraman yang sudah ada menjadi terkadang menjadi minim peminat. Di satu sisi, masifnya pendirian pasraman berdampak terhadap meningkatnya karakter pemuda Hindu. Tetapi di balik itu, berdampak buruk terhadap keberlangsungan pasraman yang sudah ada. Pasraman-pasraman yang sudah ada bahkan yang memiliki tanda daftar menjadi tidak mendapatkan siswa. Hal ini melihat kecendrungan umat Hindu yang mencari pasraman yang dekat dari tempat tinggalnya.

Banyaknya pasraman maka berimplikasi terhadap anggaran!
Selama ini, kementerian agama Provinsi NTB memiliki anggaran terbatas terkait dengan pasraman. Pasraman yang ada hanya menerima bantuan pemerintah sekali dalam setahun dan jumlahnyapun tidak besar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar