Minggu, 08 Desember 2019

Logo STAHN Gde Pudja Mataram

Senin, 07 Oktober 2019

KOMUNIKASI HINDU PADA UPACARA PERKAWINAN SELARIAN DI LOMBOK


KOMUNIKASI HINDU
PADA UPACARA PERKAWINAN SELARIAN DI LOMBOK
Oleh: I Ketut Putu Suardana, M.I.Kom.

1.1  Latar Belakang
Dalam ajaran Agama Hindu, perkawinan merupakan suatu ikatan antara dua orang peria dan wanita yang bertujuan untuk membentuk suatu rumah tanggga yaitu kedalam proses tahapan grahasta. Ini merupakan jalan satu-satunya untuk melanjutkan keturunan atau generasi dan mewujudkan suatu keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu perkawinan juga memiliki arti dan kedudukan yang khusus dalam dunia kehidupan manusia.
Dalam Undang-Undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada Bab I Pasal 1 mengatakan perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Adikusuma, 2003).
Berbicara tentang perkawinan, di Indonesia terdapat berbagai ragam cara prosesi perkawinan salah satunya di Pulau Lombok. Di Lombok terdapat suatu proses praktek keagamaan yang berbasis kearifan lokal yang berkaitan dengan perkawinan, salah satunya yaitu perkawinan selarian.
Kawin selarian terjadi mana kala kedua insan berlainan jenis ingin membina rumah tangga terhambat karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan bagi mereka untuk melaksanakan suatu proses perkawinan. Hal tersebut terjadi mana kala dalam proses perkawinan tersebut ada salah satu pihak keluarga dari kedua mempelai khususnya mempelai wanita yang tidak merestui atau menyetujui adanya suatu perkawinan dengan pihak laki-laki yang mencintainya. Maka dari itulah, proses perkawinan tersebut menemukan gejala kebuntuan sehingga proses perkawinan tidak terjadi.
Hasilnya, si wanita memilih jalan untuk pergi dari rumah dan bertemu dengan peria idamannnya yang sebelumnya sudah direncanakan. Untuk kawin lari tentunya atas dasar saling mencintai dan sepakat untuk lari bersama-sama dan bersembunyi dipihak ketiga atau kerabat dekat pihak laki-laki untuk melaksanakan perkawinan.
Suatu perkawinan selarian tentunya ada benih-benih komunikasi Hindu yang digunakan dalam strategi agar suatu proses perkawinan tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancer maka dari itulah diperlukannya suatu komunikasi yang efektif. Sehingga apa yang diharapkan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Oleh karena itulah dalam tulisan ini akan mengkaji benih-benih komunikasi Hindu berbasis kearifan lokal khususnya dalam praktek keagamaan yang berkaitan dengan perkawinan selarian di Lombok.
1.2  Komunikasi Hindu
Berdasarkan etimologinya, kata komunikasi berasal dari dari bahasa Latin yaitu kata com berarti bersama-sama dan unio berarti persatuan. Dari etimologi tersebut Prof. Dr. Alo Liliweri, M.S. (2011:31) menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses atau tindakan untuk mengalihkan pesan dari suatu sumber kepada penerima melalui saluran dalam situasi adanya gangguan dan interfrensi.
Sedangkan Fisher dalam Wiryanto (2000:5) mengatakan komunikasi sebagai alat utama yang digunakan dalam rangka melakukan interaksi yang berkesianambungan untuk berbagai tujuan menurut kepentingannya. Begitu juga Wilbur Schramm (1963) dalam Wiryanto menjelaskan merupakan suatu tindakan melaksanakan kontak antara pengirim dan penerima dengan bantuan pesan agar penerima memiliki beberapa pengalaman bersama yang member arti pada pesan dan symbol yang dikirim oleh pengirim dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima.
Secara garis besar, disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan berhasil apabaila antara komunikan dan komunikator saling memahami informasi yang diberikan dan mengandung tafsiran yang sama yang didalamnya terkandung unsur-unsur komunikasi diantaranya pengirim (komunikator), penerima (komunikan), pesan (message), media/saluran (chanel), gangguan (noise) dan efek (feedback).
Berbicara tentang komunikasi secara umum maka akan sangat berhubungan erat jika membicarakan komunikasi hindu. Komunikasi Hindu tidak bisa dilepaskan dari tradisi India Kuno. Model  komunikasi Hindu yang dibangun oleh Bhattacharya disebut dengan Sadharananikarana. Model komunikasi ini dalam perspektif modern  dikembangkan oleh Nirmala Mani Adhikary dari Nepal. Model komunikasi Hindu Sadananikaran memiliki karakteristik yang spesifik, karena selain sifatnya dapat melakukan penyampaian pesan secara horizontal dengan sesama manusia juga bersifat vertikal yang berkaitan dengan komunikasi dengan kekuatan supranatural.  
Komunikasi model Barat yang banyak mempengaruhi pola komunikasi di nusantara selama ini sifatnya linier, sedangkan komunikasi model sadananikaran tidak mengindikasikan adanya linieritas. Komunikasi yang dibangun oleh model sadananikaran berupaya membangun oneness, yakni penyatuan dari mereka yang melakukan komunikasi.
Komunikasi model sadananikaran cenderung memposisikan aspek rasa dalam proses penyampaian pesan. Komunikasi yang berhasil dalam model sadananikaran ketika komunikator dan komunikan memiliki kesamaan rasa dalam proses komunikasi. Aspek rasa memiliki peran yang sangat penting dalam membangun keberhasilan komunikasi (Ardhi, 2014).
Ardhi menjelaskan dalam bahan ajar mata kuliah Kompilasi Pemikiran Komunikiasi Hindu (2014) bahwa membangun komunikasi yang berbasis ajaran Hindu dengan model sadaranikaran memiliki sejumlah tahapan seperti               (1) Sahridaya (sahridaya) yaitu mereka yang terlibat dalam proses komunikasi seperti preshaka (sebagai pengirim pesan) dan prapaka (sebagai penerima pesan); (2) Bhava (eksistensi, emosi, perasaan, sikap); (3) Abhiviyanjana (ekspresi atau encoding); (4) Sandesha (pesan atau informasi); (5) Sarani (saluran); (6) Rasasvadana (penerimaan pesan pertama atau decoding dan interpretasi pesan dan akhirnya penerimaan rasa); (7) Dosha (gangguan); (8) Sandarbha (konteks); dan (9) Pratikriya (proses umpan balik). Kesembilan tahapan tersebut merupakan elemen-elemen dasar dalam mendukung proses komunikasi menurut ajaran Agama Hindu.
Jadi berkaitan dengan komunikasi umum dan komunikasi Hindu diketahui9 bahwa keduanya memiliki makna yang sama namun dengan istilah yang berbeda. Tetapi komunikasi Hindu identik pada bhawa atau rasa yang muncul dari proses komunikasi.
1.3  Perkawinan Selarian
Dalam perkawinan selarian akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsep pengertian perkawinan, perkawinan menurut Hindu dan perkawinan selarian di Lombok yaitu sebagai berikut :
1.3.1.      Pengertian Perkawinan
Undang-Undang perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 1, menyebutkan perkawinan adalah ikatan lahir bhatin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
Dari pengertian di atas ada unsur penting dalam perkawinan yaitu sebagai berikut:
1.   Ikatan lahir batin: lahir berarti adanya perjanjian yang mengikat bagi keduanya dan masyarakat serta mempunyai akibat hukum bagi keduanya dan masyarakat. Sedangkan bhatin berarti penyesuaian dan persamaan kehendak atas kemauan suci untuk membentuk ikatan dalam bentuk rumah tangga.
2.   Antara seorang pria dan seorang wanita: hal ini menganut asas monogami kecuali ada hal-hal lain yang ditentukan atau diperkenankan oleh undang-undang dan agamanya.
3.   Sebagai suami istri membentuk keluarga yang bahagia dan kekal: ini berarti prinsip kekalnya perkawinan atau berlangsung seumur hidup dengan tujuan kebahagiaan.
4.   Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa: ini menunjukan bahwa perkawinan adalah sakral karena berkaitan dengan agama dan Tuhan.
1.3.2.      Perkawinan Menurut Hindu
Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa yang tidak dapat diwujudkan sekaligus tetapi secara bertahap. Tahapan untuk mewujudkan tujuan tersebut disebut dengan Catur Asrama yang merupakan empat jenjang tahapan hidup menurut Hindu yaitu Brahmacari, Grahasta, Wanaprastha dan Bhiksuka/Sanyasin. Pada tahap Brahmacari diproritaskan untuk mendapatkan dharma sedangkan dalam Grahasta diproritaskan untuk mewujudkan artha dan pengendalian kama. Berbeda dengan jenjang  Wanaprastha, Bhiksuka/Sanyasin tujuan hidup yang diproritaskan adalah untuk mencapai Moksa
Berbicara perkawianan dalam Hindu maka perkawinan termasuk ke dalam jenjang grahasta. Istilah lain tentang perkawinan dalam Hindu dikenal dengan sebutan pawiwahana atau wiwiaha.
Dalam kitab Manawadharmasastra yang merupakan kitab hukum Hindu pada bab III, sloka 27-34 menyebutkan ada delapan jenis perkawinan yaitu sebagai berikut:
1.      Brahma Wiwaha yaitu pemberian seorang gadis setelah terlebih dahulu dirias dan dihormati kepada seorang yang ahli Weda.
2.      Daiwa Wiwaha yaitu pemberian seorang anak wanita yang setelah dirias terlebih dahulu dengan perhiasan-perhiasan kepada seorang pendeta yang melaksanakan upacara pada saat upacara itu berlangsung.
3.      Arsa Wiwaha yaitu seorang ayah mengawinkan anak perempuannya sesuai dengan peraturan setelah menerima seekor sapi atau bintang yang lainnya dari penganten pria untuk mamatuhi peraturan dharma.
4.      Prajapati Wiwaha adalah pemberian seorang anak perempuan oleh ayahnya setelah berpesan kepada mempelai dengan mantra.
5.      Asura Wiwaha yaitu penganten pria menerima seorang perempuan setelah pria itu memberi mas kawin sesuai menurut kemampuannya dan didorong oleh keinginanya sendiri kepada mempelai wanita dan keluarganya.
6.      Gandharma Wiwaha yaitu pertemuan suka sama suka antara seorang perempuan antara kekasihnya yang timbul dari nafsunya dan malakukan hubungan intim.
7.      Raksasa Wiwaha yaitu melarikan seorang gadis dengan paksa dari rumahnya di mana wanita berteriak-teriak menangis setelah keluarganya terbunuh atau tersakiti.
8.      Pasica Wiawaha yaitu kalau seorang laki-laki dengan cara mencuri-curi, memperkosa seorang wanita yang sedang tidur, sedang mabuk atau bingung atau dalam keadaan tidak sadar.
Dari delapan jenis perkawinan yang terdapat dalam kitab Manawadharmasastra di atas ada enam jenis perkawinan yang boleh dilaksanakan oleh umat Hindu karena tidak bertentangan dengan ajaran dharma yaitu Brahma Wiwaha, Daiwa Wiwaha, Prajapati Wiwaha, Arsa Wiwaha, Gandharwa Wiwaha dan Raksasa Wiwaha. Sedangkan perkawinan yang melanggar ajaran dharma yaitu Asura dan Paisca Wiwaha.
Hal ini dijelaskan dalam Manawadharmasastra bab III, sloka 25 (Pudja, dkk, 1976/1977: 140) sebagai berikut:
“Pancanam tu trayo dharma
Dwawadharmamyau smrtaviha
Paicacaccasuraccaiwa
Na kartawyaukadacana.
Artinya:
Tetapi menurut peraturan perundangan ini tiga dari lima bagian akhir ini dinyatakan sah sedangkan dua lainnya tidak sah, paisaca dan asura wiwaha tidak boleh dilaksanakan sama sekali.

Bagi masyarakat di Lombok khusunya di kota Mataram sistem perkawinan yang dapat dilaksananan yaitu ada 4 (empat) dari delapan sistem di atas walaupun tidak persisi sama sekali yaitu:
1.      Sistem memadik yaitu melamar atau meminang oleh pihak laki-laki dengan datang ke rumah pihak perempuan untuk meminta mengadakan perkawinan.
2.      Sistem ngerorod atau selarian yaitu bentuk perkawinan cinta sama cinta yang secara resmi tidak diketahui oleh keluraga perempuan ini lebih diikenal dengan kawin lari.
3.      Sistem nyentana atau nyeburin yaitu bentuk perkawinan berdasarkan perubahan status sebagai purusa dari pihak wanita dan pradana dari pihak laki-laki.
4.      Sistem ngunggahin yaitu memberikan seorang gadis kepada orang suci.
Dari ke empat sistem tersebut sistem selarian atau perkawinan selarianlah yang sering dilakukan di Lombok. Sistem perkawinan ini dalam Manawadharmasastra disebut Gandharwa Wiwaha.
1.3.3.      Perkawinan Selarian di Lombok
Seperti apa yang telah dijelaskan di atas bahwa perkawinan selarian merupakan perkawinan yang paling eksis di Lombok yang dikenal dengan istilah Gandharwa Wiwaha. Perkawinan ini terjadi setelah sepasang kekasih yang ingin melanjutkan hubungannya kejenjang perkawinan namun menemui jalan buntu yaitu tidak disetujui oleh pihak perempuan atau lain sebagainya.
Perkawinan ini bagi masyarakat Lombok salam kehidupannya mengenal apa yang dinamakan lokacara (kebiasaan-kebiasaan setempat) baik tentang tata cara proses penyelesaian perkawinan. Inti pengertian pokoknya adalah suatu perkawinan yang saling mencintai dan si gadis dilarikan oleh pria untuk dijadikan istri dan harus memnuhi syarat umum perkawinan yaitu cukup usia, tidak dalam ikatan perkawinan, tidak berhubungan keluarga yang dilarang untuk kawin.
Proses penyelesaian perkawinan selarian salah satunya adalah dengan cara mengambil seorang wanita yang tidak langsung dibawa ke rumah seorang laki-laki melainkan disembunyiakan di rumah keluarga atau kerabat dekat laki-laki yang lebih dikenal dengan istilah mengkeb. Hal tersebut memiliki maksud:
1.   Agar pihak keluarga si wanita tidak mengetahui keberadaan anak gadisnya.
2.   Ada kekawatiran dari pihak laki-laki bahwa calon istrinya akan diambil oleh keluraganya.
            Setelah berada dipengkeban kemudian dilanjutkan dengan pembicaraan-pembicaraan yang dilaksanakan sampai dengan prosesi mesayut gede, tahapan pembicaraan ini diantaranya:
1.   Meselabar yaitu pihak mempelai laki-laki mengutus dua orang pejati yang datang ke rumah orang tua wanita untuk mempermaklumkan kepada orang tuanya bahwa anaknya dilarikan untuk kawin atas dasar saling suka sama suka dan mencintai.
2.   Ngendek yaitu menyampaiakan pesan kepada pihak mempelai wanita pada hari selanjutnya aka nada utusan dari pihak laki-laki untuk mepradag/ pemelepeh sehingga pihak perempuan dimohon untuk menunggu di rumah pada hari dan jam yang sudah ditentukan.
3.   Pemelepeh/Pradag yaitu penyampaian permohonan maaf atas prilaku putrinya yang telah berani menentukan jodohnya yang tidak bisa menunggu lama perkataan orang tuanya disuruh kawin serta permohonan maaf laki-laki yang tidak berani berkata terus terang kepada orang tua perempuan bahwa ia benar-benar mencintai putrinya karena ketidak beranian itulah kemudian dicuri.
4.   Nunus Ledang yaitu penyampaian permohonan dari pihak laki-laki kepada perempuan untuk memulangkan pengenten dari persembunyian ke rumah laki-laki.
5.   Ngaturang Pedewasaan yaitu pihak laki-laki menyampaikan kepada pihak perempuan bahwa upacara widhi-widhana atau sayut gede akan dilaksanakan pada hari baik yang sudah ditentukan oleh orang suci.
6.   Nyongkol yaitu kegiatan yang dilaksanakan setelah proses pembicaraan penyelesaian tidak lagi ada ketersinggungan antara keluarga wanita sehingga anak perempuannya diperbolehkan pulang untuk mepamit di sanggahnya. Hal ini tidak terjadi jika pihak keluarga perempuan tidak mengijinkan anaknya untuk pulang atau anaknya dibuang.
7.   Mejangok yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengakrabkan hubungan keluarga dekat laki-laki dengan keluarga dekat perempuan yang biasanya dilakukan 3 hari setelah nyongkol.
1.4  Komunikasi Hindu pada Upacara Perkawinan Selarian di Lombok
1.4.1  Bentuk Komunikasi dalam Perkawinan Selarian di Lombok
Berkenaan dengan upaya untuk mengkaji bentuk komunikasi dalam perkawinan selarian di Lombok ada beberapa bentuk komuniksi yang terjadi yaitu sebagai berikut:
a)   Komunikasi Antarpribadi
Dalam proses perkawinan selarian melibatkan komunikasi antar pribadi yakni antar orang dalam upaya untuk mencapai titik temu atau kesepakatan. Kesepakatan tersebut untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan dalam proses perkawinan yang berupaya untuk mencapai titik temu sehingga kesenjangan komunikasi yang terjadi antara pihak laki-laki dan perempuan dapat diatasi dengan negosiasi.
Komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh keputusan keluarga laki-laki merupakan bentuk komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol untuk mencapai kesepakatan antara dua keluarga, penggunaan simbol dikaitkan dengan teori intraksionalisme simbolik yaitu sebagai upaya untuk melakukan komunikasi dalam mencapai kesepakatan dalam proses negosiasi, simbol-simbol tersebut diantaranya terjadi pada proses selabar yang pada intinya untuk membangun komunikasi antara pihak keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Simbol yang digunakan berupa bobok dari daun kelapa kering dan pakaian adat yang dibawa oleh putusan laki-laki tiada lain bertujuan untuk menggerakan respon sehingga tujuan komunikasi yang diharapkan dapat tercapai.
Komunikasi antarpribadi dapat terjadi dengan satu komunikator (pemayun laki-laki) dengan satu komunikan (pemayun perempuan) yang berlangsung secara tatap muka yang dalam hal ini kedua pihak dapat bergantian menjadi komunikator maupun komunikan.
b)  Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok dalam perkawinan selarian  adalah proses penyampaian pesan yang melibatkan pihak-pihak keluarga baik laki-laki maupun perempuan secara kolektif. Dalam hal ini komunikasi kelompok yang terjadi adalah komunikasi anatar keluarga yang terdiri dari sejumlah anggota keluarga untuk menemukan kesepakatan dalam perkawinan selarian. Hal ini terjadi disaat menentukan dewasa atau hari baik untuk melaksanakan upacara pawiwahan serta menentukan siapa yang menjadi pemimpin atau pemuput dalam proses upacara perkawinan nantinya.
c)   Komunikasi Publik
Komunikasi publik dalam proses perkawinan selarian dilakukan untuk mencapai tujuan bersama dengan melibatkan peran serta khalayak umum. Dalam kaitan ini, pihak keluarga melakukan komuniksi dengan tujuan supaya proses perkawinan tersebut dapat diketahui oleh masyarat banyak. Komuniksi ini juga dilakukan dengan memberikan undangan kepada publik sebagai wahana untuk menyampaikan komunikasi tentang pelaksanaan perkawinan tersebut. Komunikasi publik di sini biasanya dilakukan oleh penyobyah atau pembawa acara dalam perkawinan.
d)  Komuniksi Ritual
Perkawinan dianggap sah dalam Hindu apabila disaksikan dengan Tri Upasaksi yaitu Dewa Saksi dengan memohon anugrah kepada para Dewa dan Manusa Saksi yaitu disaksikan oleh masyarakat banyak, serta Bhuta Saksi yaitu memohon ijin kepada para Bhuta Bhucari dengan ritual mabyakaon.
Komunikasi ritual dalam perkawinan selarian di Lombok dapat ditemukan atau terjadi melalui simbol yang digunakan oleh kedua mempelai dalam upacara perkawinan tersebut.
1.4.2  Proses Komunikasi dalam Perkawinan Selarian di Lombok
            Proses komunikasi pada perkawinan selarian terjadi dalam bebrapa persfektif yaitu sebagai berikut:
a)   Persfektif Psikologis
Proses komunikasi dalam persfektif ini terjadi pada diri komunikator dan komunikan, berdasarkan tesis Adnyani (2015:73), ketika seorang komunikator akan menyampaikan pesan kepada komunikan maka dalam dirinya terjadi suatu proses komunikasi yang mana isi pesan umumnya adalah pikiran, sedangkan lambang umumnya adalah bahasa, yang dalam hal ini terjadi proses encoding, sedangkan dalam diri komunikan terjadi proses decoding yang seolah-olah mengartikan pesan yang ia terima dari komunikator.
Dalam upacara perkawinan selarian komunikasi ini terjadi ketika selabar berniat menyampaikan pesan tentang perkawinan kepada orang tua mempelai wanita. Proses komunikasi psikologis yang terjadi dapat terlihat ketika terjadinya saat terjadinya kegugupan dari pemayun dan atau penyelabar (yang belum pengalama dalam berbicara di depan umum). Lain halnya secara psikologis dengan pemayun yang berpengalaman.
b)  Persfektif Mekanistis
Proses ini berlangsung ketika komunikator (pemayun) secara lisan kepada keluarga wanita dengan melalui bebrapa tahapan berikut:
1.   Pejati/ Selabar adalah menyampaiakan kebenaran bahwa seorang anak perempuan telah diambil atau dinikahi oleh seorang laki-laki sehingga keluarga tidak bingung untuk mencarinya ke mana-mana, yanga melakukan pejati biasa dua orang laki-laki yang disebut pelaku. Pelaku pertama menyampaiakan utusan dan yang kedua sebagai saksi atas pembericaraan saat pertemuan berlangsung.
2.   Ngendek adalah proses komunikasi yang dilakukan oleh perwakilan pihak laki-laki yang biasanya dilakukan sehari sebelum kedatangan pembicara untuk menyampaikan waktu kehadiran berikutnya.
3.   Pradag adalah suatu tahapan penyamp permohonan maaf atas kekurangan atau kesalahan yang telah dilakukan oleh calon mempelai laki-lakiatau putrinya yang telah meninggalkan keluarga tanpa pemberitahuan sebelumnya dengan maksud ingin melaksanakan kewajiban agama dan negara sebagai manusia untuk melaksanakan masa berumahtangga.
4.   Pelepeh adalah proses komunikasi pihak laki-laki agar dapat diizinkan pulang dari persembunyian (peengkeban) dan memohon untuk diizinkan bekerja.
5.   Pekenak adalah proses komunikasi yang mengizinkan pihak penganten laki-laki untuk pulang dari persembunyian dan bekerja.
6.   Ledang adalah proses komunikasi yang memberikan restu kepada pengantin untuk melaksanakan upacara perkawinan sehingga kedua pihak keluarga sepakat untuk mempersiapkan upacara yang dilakukan.
7.   Nyongkolan adalah upacara perkawinan yang dilakukan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak dan pada umumnya disahkan oleh pendeta atau pemangku yang dianggap mampu untuk menyelesaikan upacara perkawinan.
1.4.3     Makna Komunikasi dalam Perkawinan Selarian di Lombok
Makna komunikasi dalam upacara perkawinan selarian yang terjadi         di Lombok adalah :
a)      Makna religius
Perkawinan selarian dikatakan bermakna religius dapat dilihat pada upacara yang dilakukan berdasarkan hindu yang disaksikan oleh tru upasaksi yang salh-satunya adalah para dewa. Selain itu juga terlihat pada proses mekunyit keladi yang dilakukan di sanggah yang notabene merupakan tempat suci.
b)     Makna sosial kemasyarakatan
Makna ini dapat ditemui pada upacara perkawinan selarian ketika nyongkolan terjadi komunikasi antar lapisan masyarakat yang bukan hanya pihak keluarga dekat tetapi juga masyarakat luar.
c)      Makna susila etika
Dalam perkawinan selarian selalu menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur mereka yang dapat kita temui pada proses sebelum nyongkolan itu terjadi.
d)     Makna persatuan
Perkawinan merupakan pengintegrasian kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya. Pada kejadian inilah terjadi penyatuan dua pihak keluarga yaitu keluarga laki-laki dengan perempuan.
1.4.4  Komunikasi Hindu dalam Perkawinan Selarian di Lombok
Komunikasi adalah proses atau tindakan untuk mengalihkan pesan dari suatu sumber kepada penerima melalui saluran dalam situasi adanya gangguan dan interfrensi. Komunikasi dalam Hindu adalah pengalihan pesan keagamaan Hindu oleh komunikator kepada komunikan.
Sebagai salah satu model komunikasi Hindu, model  komunikasi sadharananikarana adalah salah satu yang dapat dijadikan acuan untuk memahami komunikasi Hindu. Model komunikasi ini dalam perspektif modern  dikembangkan oleh Nirmala Mani Adhikary dari Nepal. Model komunikasi Hindu Sadananikaran memiliki karakteristik yang spesifik, karena selain sifatnya dapat melakukan penyampaian pesan secara horizontal dengan sesama manusia juga bersifat vertikal yang berkaitan dengan komunikasi dengan kekuatan supranatural.
Komunikasi model Barat yang banyak mempengaruhi pola komunikasi di nusantara selama ini sifatnya linier, sedangkan komunikasi model sadananikaran tidak mengindikasikan adanya linieritas. Komunikasi yang dibangun oleh model sadananikaran berupaya membangun oneness, yakni penyatuan dari mereka yang melakukan komunikasi.
Komunikasi model sadananikaran cenderung memposisikan aspek rasa dalam proses penyampaian pesan. Komunikasi yang berhasil dalam model sadananikaran ketika komunikator dan komunikan memiliki kesamaan rasa dalam proses komunikasi. Aspek rasa memiliki peran yang sangat penting dalam membangun keberhasilan komunikasi.
Seperti penjelasan dalam model komunikasi sadaranikaran di atas, dapat kita ketahui bahwa ada beberapa tahapan jika kita kaitkan dengan perkawinan selarian di Lombok yaitu :
1.      Sahridaya (sahridaya) yaitu mereka yang terlibat dalam proses komunikasi seperti preshaka (sebagai pengirim pesan) dan prapaka (sebagai penerima pesan). Dalam perkawinan selarian yang merupakan sahridaya adalah kedua belah pihak keluarga yang melakukan perkawinan maupun pemayun kedua mempelai.
2.      Bhava (eksistensi, emosi, perasaan, sikap) yaitu perasaan yang terjadi saat belangsungnya perkawinan, hal ini sangat berkaitan dengan psikologis kedua pemayun.
3.      Abhiviyanjana yaitu ekspresi atau encoding dari pemayun selaku komunikator dalam perkawinan selarian
4.      Sandesha  adalah pesan atau informasi yang disampaikan oleh pihak keluarga atau pemayun kepada para masyarakat yang menyaksikan maupun kepada tri upasaksi.
5.      Sarani yaitu media berupa pengeras suara maupun simbol simbol yang dijadikan saluran komunikasi.
6.      Rasasvadana yaitu penerimaan pesan pertama atau decoding dan interpretasi pesan dan akhirnya penerimaan rasa.
7.      Dosha yaitu gangguan berupa salah interpretasi oleh pemayun yang bertindak sebagai komunikan.
8.      Sandarbha yaitu konteks perkawinan selarian.
9.      Pratikriya yaitu proses umpan balik pembicaraan oleh kedua belah pihak keluarga pengantin.
1.5  Simpulan
Komunikasi adalah proses atau tindakan untuk mengalihkan pesan dari suatu sumber kepada penerima melalui saluran dalam situasi adanya gangguan dan interfrensi. Berkaitan dengan Hindu maka komunikasi dalam Hindu adalah pengalihan pesan keagamaan Hindu oleh komunikator kepada komunikan.
Sedangkan perkawinan adalah ikatan lahir bhatin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
Perkawinan selarian merupakan perkawinan yang paling eksis di Lombok yang dikenal dengan istilah Gandharwa Wiwaha. Perkawinan ini terjadi setelah sepasang kekasih yang ingin melanjutkan hubungannya kejenjang perkawinan namun menemui jalan buntu yaitu tidak disetujui oleh pihak perempuan atau lain sebagainya.
Bentuk komunikasi yang dapat terjadi dalam perkawinan selarian yaitu komunikasi antar pribadi, kelompok, publik dan komunikasi ritual. Komunikasi itu tertjadi melalui proses komunikasi dalam perspektif psikologis dan perspektif mekanistis. Komunikasi yang terjadi memiliki makna religius, social kemasyarakatan, etika susila serta makna persatuan.
Dalm hindu komunikasi dalam perkawinan selarian dapat dikaji melalui model komunikasi sadanikaran.
1.5  Saran
Lestarikanlah budaya perkawinan yang bagi masyarakat Lombok dinamakan lokacara (kebiasaan-kebiasaan setempat) baik tentang tata cara proses penyelesaian perkawinan ini. Inti pokoknya adalah dalam perkawinan ini terdapat nilai-nilai yang dapat dikaji dalam perspektif komunikasi Hindu.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar. 2013. Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana.

Cangara, Hafied. 2012. Pengantar ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Juniawan, Ida Bagus Heri. 2015. Artikel (Komunikasi dalam Kawin Lari). Mataram : STAHN Gde Pudja Mataram.

Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta : Kencana.

Marhyanto, Bambang.                        . Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Victory.

Rahmat, Jalaludin. 2002. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Santoso, Edi dan Setiansah, Mite. 2012. Teori Komunikasi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Swandesi, Ida Ayu. 2015.Tesis ( Komunikasi dalam Sistem Perkawinan Selarian pada Masyarakat Hindu di Kota Mataram). Mataram : STAHN Gde Pudja Mataram

Widjaja. 2002. Komunikasi. Jakarta : Bumi Aksara.