TUGAS MATA
KULIAH STUDI AGAMA HINDU
PEGAT MEPIANAK SEBAGAI SALAH
SATU KASUS RADIKAL
Oleh
:
I
KETUT PUTU SUARDANA
NIM.
141 211 10
PROGRAM
PASCA SARJANA ILMU KOMUNIKASI HINDU
SEKOLAH
TINGGI AGAMA HINDU NEGERI
GDE
PUDJA MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
Om
Swastyastu
Puja
dan puji syukur kami ucapkan kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung
Kerta Waranugraha-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah
ini bersumberkan dari beberapa literatur yang di gunakan sebagai acuan dalam
penulisannya. Buku-buku tersebut sudah barang tentu berkaitan dengan masalah-masalah
yang dibahas khususnya mengenai Radikalisme dan Pegat Mepianak.
Penulis
tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini. Dengan segala keterbatasan kemampuan yang dimiliki maka di sadari pula
bahwa makalah ini belum sempurna adanya
seperti yang diharapkan. Sudah barang tentu terdapat kesalahan ataupun
kekeliruan yang tidak disengaja. Oleh karena itu diharapkan untuk memberikan
suatu saran dan kritik yang bersifat membangun. Demikian semoga makalah ini bermanfaat.
Om
Santhi, Santhi, Santhi, Om.
Mataram,
4 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.............................................................................. 2
C.
Tujuan
Penulisan................................................................................ 2
D.
Manfaat
Penulisan............................................................................. 3
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Paham
Radikalisme............................................................................ 4
B.
Kedudukan
Anak.............................................................................. 4
C.
Pegat Mepianak................................................................................. 5
D.
Pegat Mepianak dan Radikalisme..................................................... 5
BAB III PENUTUP
A.
Simpulan............................................................................................ 7
B.
Saran.................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Pasal 1 menjelaskan perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa (Lestawi, 1999:39). Hal ini mengisyaratkan bahwa perkawinan itu disamping
sebagai suatu hubungan antara pria dan wanita untuk membentuk satu keluarga
tetapi juga menyangkut hubungan dengan tuhan.
Sedangkan Sumiarni (2004
: 4) mengatakan perkawianan merupakan hubungan hukum antara seorang pria dengan
seorang wanita, sebagai suami istri untuk hidup bersama dengan kekal yang
diakui Negara. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan juga menyangkut hubungan
hukum antara pria dan wanita yang terikat pula pada suatu aturan yang
diterapkan oleh negara untuk mendapatkan pengakuan keabsahan dari ikatan
perkawinan tersebut.
Hal yang berbeda pula
dapat dilihat dalam perkawinan dalam hukum adat Bali. Perkawinan yang tidak
hanya semata-mata berarti suatu ikatan suami istri namun juga bermaksud untuk
mendapatkan keturunan. Dalam setiap perkawinan di Bali terdapat hal yang paling
menakutkan yaitu terjadinya perpisahan insane yang menjalin grahasta asrama yaitu suatu perceraian.
Perceraian menimbulkan
berbagai permasalahan berkeluarga yang menimbulkan akibat tertentuterhadap anak
dalam perkawinan. Anak yang merupakan hasil perkawinan pada dasarnya bilamana
terjadi perceraian harus diperlakukan secara adil dan bijaksana.
Kasus yang sangat menarik
pernah terjadi dalam masyarakat adat Bali yang mana terjadi pristiwa Pegat Mepianak yang memutuskan hubungan
anak dengan orang tuanya. Kasus tersebut adalah suatu kasus radikal yang
terjadi akibat aturan adat. Hal inilah yang menarik untuk penulis kaji dalam
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang
tersebut di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagi berikut :
1.
Bagaimana Pegat
Mepianak bisa terjadi pada masyarakat Bali?
2.
Mengapa Pegat
Mepianak dikatakan sebagai salah satu kasus yang radikal?
C. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Secara umum
penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan kasus Pegat Mepianak sebagai salah satu paham radikalisme.
2.
Tujuan Khusus
Secara khusus
penulisan ini bertujuan sebagai berikut :
a.
Untuk menjelaskan proses terjadinya kasus Pegat Mepianak.
b.
Untuk menjelaskan kasus Pegat Mepianak menjadi paham radikalisme.
D. Manfaat Penulisan
1.
Manfaat Teoretis
Secara teoretis
penulisan makalah ini dapat dijadikan landasan teori pada penulisan berikutnya.
2.
Manfaat Praktis
Tulisan dalam makalah ini
dapat dijadikan acuan bagi masyarakat yang masih melaksanakan tradisi atau
budaya Pegat Mepianak agar dapat mempertimbangkan lagi tradisi yang mereka
laksanakan atau budayakan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Paham Radikalisme
Radikal berasal
dari kata radic yang berarti akar
sedangkan radikal adalah(sesuatu) yang
bersifat mendasar atau hingga ke akar – akarnya (Khamami,
2002:11). Selain itu Khamami juga
menambahkan bahwa radikalisme diartikan dengan paham atau aliran keras yang
menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara keras atau drastis dan sikap ekstrem
suatu aliran politik.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka paham
radikalisme itu terjadi karena adanya keinginan yang didorong oleh aturan dalam
kelompok tertentu misalnya kelompok adat.
B.
Kedudukan Anak
Anak-anak dalam hubungannya dengan orang tua dapat
dibedakan antara anak kandung, anak tiri, anak akuan dan anak piara yang
kedudukannya masing-masing berbeda menurut hukum kekerabatan setempat
(Hadikusuma, 2003:143).
Bhusar dalam Marianingsih (2012:25) mengatakan bahwa
pada umumnya hubungan anak dengan keluarga sangat tergantung dari keadaan
sosial dalam masyarakat yang bersangkutan khususnya tergantung dari system
keturunan. Seperti telah diketahui di Indonesia terdapat persekutuan yang
susunannya berdasarkan tiga macam garis keturunan, yaitu garis keturunan ibu,
garis keturunan bapak dan garis keturunan ibu dan bapak.
Dalam garis keturunan ibu dan bapak yang dikenal
dengan parental maka hubungan anak
dengan pihak ibu maupun bapak sama eratnya. Berbeda dengan garis keturunan ibu
atau matrilineal maka hubungan anak
lebih erat dengan keluarga ibunya dan sebaliknya dalam garis keturunan bapak
atau patrilinial maka hubungan anak
lebih erat dengan keluarga bapaknya.
C.
Pegat Mepianak
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa kedudukan
anak itu sangat penting dalam keluarganya. Di Bali pada umumnya masyarakat
mengikuti paham patrilinial yaitu mengikuti garis keturunan bapak. Dalam suatu
kasus di Bali terjadi pula seorang bapak memutuskan hubungan dengan anaknya
yang disebut Pegat Mepianak (Lestawi,
1999:53).
Pegat Mepianak
berasal
dari bahasa Bali yaitu dari kata Pegat yang berarti putus dan kata Pianak berarti anak. Dari kata tersebut
dapat disimpulkan bahwa Pegat Mepianak merupakan
putusnya hubungan orang tua dengan anaknya.
Pegat Mepianak
di Bali
biasanya terjadi ketika anak itu terlahir setelah orang tuanya berpisah atau
bercerai. Akibat dari Pegat Mepianak maka
seorang anak tidak lagi mendapatkan dukungan materi maupun moril dari orang tuanya.
D.
Pegat Mepianak dan
Radikalisme
Dalam hukum keluarga adat maka hubungan antara anak
dengan orang tuanya dapat saja putus hubungan. Namun jika dilihat dari hubungan
adat secara pertalian geneologis atau hubungan darah maka hubungan darah antara
anak dengan orang tuanya tidak tidak akan pernah terputuskan oleh hubungan
apapun seperti halnya Pegat Mepianak.
Pada pertalian darah (geneologis) ini maka hubungan
antara anak dengan ayah atau ibunya akan selalu ada. Hubungan hukum anak orang
tua ini dalam berbagai lingkungan dapat dikorbankan dengan suatu perbuatan
hukum misalnya anak dapat dibuang oleh bapaknya (Lestawi, 1999:53). Oleh karena
itu kasus Pegat Mepianak yang terjadi
di Bali karena adanya sangsi adat yang biasanya disebabkan oleh pihak orang tua
si anak adalah merupakan salah satu kasus yang bersifat radikal. Dengan kata
lain kasus Pegat Mepianak sudah
didasari oleh paham radikalisme dari adat masyarakat di Bali. Karena bagaimana
bisa anak menjadi korban perbuatan orang tuanya sendiri dengan kata lain orang
tua berbuat tapi anak yang menjadi korban.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pegat Mepianak
merupakan
kasus pemutusan hubungan sosial anatara orang tua dan anakanya sehingga sang
anak tidak mendapatkan dukungan moril dan materil dari pihak keluarganya yang
sedarah. Pegat Mepianak merupakan
suatu kasus yang radikal karena kasus ini dapat merugikan satu pihak yaitu sang
anak. Anak yang menjadi korban pegat mepianak akan tidak diurus lagi oleh orang
tuanya yang biasanya terjadi pada lingkungan adat.
B.
Saran
Penulis sarankan kepada pembaca yang masih berada pada
masyarakat adat yang menjalankan tradisi Pegat
Mepianak untuk mempertimbangkan lagi tradisi yang dijalankan karena dapat
merugikan pihak anak itu sendiri karena pada dasarnya hubungan darah antara
anak dan orang tuanya akan selalu ada sampai kapanpun.
DAPTAR PUSTAKA
Lestawi, I Nengah. 1999. Hukum Adat. Surabaya : Paramita.
Marianingsih, Dorotea Indah. 2012. Skripsi:Kedudukan Anak Jika Terjadi
Perceraian Menurut Hukum Agama Hindu (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Mataram).
STAHN Gde Pudja Mataram
Zada, Khamami. 2002. Islam Radikal :Pergulatan Ormas-Ormas Islam
Garis Keras di Indonesia. Jakarta : Teraju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar