Kebablasan Dalam
Mengengembangkan Pasraman
Oleh :
I Ketut Putu Suardana
Regulasi dan Realitas Pasraman
Dalam UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa
Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Lebih tegas pada Pasal 30 Ayat 1-4, menyatakan bahwa
(i) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok
masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (ii)
Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau
menjadi ahli ilmu agama; (iii) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada
jalur pendidikan formal, nonformal dan informal; (iv) pendidikan keagamaan
berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman,
pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.
Selain pasal
di atas, dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa serta berakhlak mulia. Dasar hukum ini menjadi salah satu landasan bagi
umat beragama dalam melaksanakan pendidikan keagamaan di Indonesia. Khusus
agama Hindu, pendidikan keagamaan dilaksanakan dalam bentuk pasraman. Pasraman
adalah lembaga pendidikan keagamaan Hindu yang bertujuan menguatkan karakter
siswanya yang yang berdasarkan Veda.
Relevan
dengan undang-undang tersebut, pendirian pasraman di Indonesia juga tidak
terlepas dari Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Pendidikan Keagamaan Hindu. Dalam Pasal 1 Ayat 1 PMA ini dijelaskan bahwa
pendidikan keagamaan Hindu adalah jalur pendidikan formal dan nonformal dalam
wadah Pasraman. Pasraman formal adalah jalur pendidikan pasraman yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Sedangkan pasraman nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pasraman formal yang dilaksanakan secara terstruktur.
Dalam
peraturan ini secara tegas mengklasifikasikan pasraman sebagai sebuah wadah
pendidikan yang bertujuan menanamkan kepada Brahmacari
untuk memiliki Sradha dan Bhakti kepada Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) serta mengembangkan kemampuan,
pengetahuan, sikap dan keterampilan Brahmacari
untuk menjadi ahli ilmu agama Hindu dan memiliki ilmu pengetahuan, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
terhadap pemahaman Weda.
Lebih tegas
dijelaskan tentang pendirian pasraman formal dan pasraman nonformal diatur
dalam Keputusan Dirjen Bimas Hindu. Pendirian pasraman formal sendiri diatur
dalam SK Dirjen Bimas Hindu Nomor: DJ.V/4/2015 tentang Pedoman Pendirian
Pasraman Formal. Sedangkan pasraman nonformal
diatur dalam SK Dirjen Bimas Hindu Nomor: DJ.V/20/SK/ 2015 tentang
Pendirian Pasraman Non Formal. Selain tertuang dalam SK tersebut, pengembangan
pasraman tertuang pula dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Hindu Tahun 2015 - 2019. Dalam rencana tersebut dijelaskan bahwa
dalam pentingnya peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan Hindu.
Peningkatan-peningkatan
yang dimaksud di atas, yaitu meningkatnya kualitas pendidikan agama dan
keagaman Hindu Tingkat Usia Dini, Dasar dan Menengah yang ditandai antara lain
dengan: (a) Jumlah Satuan Pendidikan Keagamaan yang memiliki SNP; (b) Jumlah
satuan Pendidikan Keagamaan Hindu tingkat Adi, Madyama dan Utama Widya Pasraman
yang melaksanakan kurikulum (mata pelajaran agama dan umum) yang berlaku; (c)
Jumlah satuan Pendidikan Agama Hindu yang melaksanakan kurikulum yang berlaku;
(d) Jumlah Sekolah Minggu yang dibina; serta (e) Fasilitasi event pendidikan
Agama dan Keagamaan Hindu.
Mengacu pada
rencana strategis tersebut dapat dipahami tentang pentingnya pasraman untuk
dikembangkan sebagai sebuah wadah pendidikan keagamaan Hindu tanpa terkecuali
pada era revolusi industri 4.0 saat ini. Pasraman tidak hanya menjadi sebuah
lembaga yang terbatas pada pelaksanaan pendidikan dalam bentuk nonformal.
Tetapi lebih luas pasraman adalah sebuah lembaga formal yang dapat dioperasikan
secara berjenjang.
Bagi kaum
melenial yang tidak terlepas dari aktifitas digitalisasi maka pasraman adalah
salah satu peluang baru yang dapat dikembangkan. Kaum melenial yang berada pada
tataran terdidik menjadikan pasraman menjadi salah satu opsi yang dapat terus
dikembangkan pada era digital saat ini. Pengembangan pasraman secara khusus
banyak ditemukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Melihat pentingnya pasraman
untuk dikembangkan pada era digitalisasi saat ini, maka perlu pula memerhatikan
dan mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dapat menghambat pengembangan
pasraman tersebut.
Masifnya pembentukan pasraman dapat berimplikasi negatif terhadap
keberlangsungan pasraman yang ada!
Dari berbagai
temuan, para pemangku kebijakan terus berupaya menggaungkan agar pasraman dapat
dikembangkan dalam berbagai daerah termasuk di NTB. Sosialisasi terus dilakukan
oleh berbagai pihak yang berharap terus berkembangnya pasraman. Salah satu
bentuk konkretnya adalah pembentukan pasraman pada setiap lingkungan atau
dusun. Hal ini memang sangat baik untuk menunjukkan eksistensi pasraman di
masyarakat. Namun kontras terhadap itu, ketika disetiap dusun, desa bahkan RT
sama-sama membentuk pasraman, maka dapat berimplikasi terhadap keberlangsungan
pasraman yang ada.
Ketika setiap
lingkungan yang memiliki banjar bahkan yang sekedar ada umat Hindunya membangun
pasraman, bagaimana dengan keberlangsungannya. Pasraman yang sudah ada menjadi
terkadang menjadi minim peminat. Di satu sisi, masifnya pendirian pasraman
berdampak terhadap meningkatnya karakter pemuda Hindu. Tetapi di balik itu,
berdampak buruk terhadap keberlangsungan pasraman yang sudah ada.
Pasraman-pasraman yang sudah ada bahkan yang memiliki tanda daftar menjadi
tidak mendapatkan siswa. Hal ini melihat kecendrungan umat Hindu yang mencari
pasraman yang dekat dari tempat tinggalnya.
Banyaknya pasraman maka berimplikasi terhadap anggaran!
Selama ini, kementerian agama
Provinsi NTB memiliki anggaran terbatas terkait dengan pasraman. Pasraman yang
ada hanya menerima bantuan pemerintah sekali dalam setahun dan jumlahnyapun
tidak besar.